KONTEKS.CO.ID – OPEC+ mengumumkan akan memangkas produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari (bph), pada Rabu 5 Oktober 2022.
Ini merupakan langkah yang akan membuat harga gas lebih tinggi lagi setelah setahun penuh bergejolak. Dalam keterangannya OPEC+ mengatakan situasi saat ini penuh “ketidakpastian yang mengelilingi prospek ekonomi dan pasar minyak global.”
Aksi ini merupakan pengurangan produksi terbesar sejak awal pandemi.
Dalam sebuah pernyataan, pemerintahan Biden mengatakan kecewa dengan keputusan itu, menyebutnya “berpandangan sempit” mengingat harga energi global sudah terangkat lebih tinggi oleh operasi khusus Rusia ke Ukraina.
“Pada saat menjaga pasokan energi global sangat penting, perkembangan ini akan memiliki dampak paling negatif pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah yang sudah kewalahan akibat kenaikan harga energi,” katanya.
Keputusan yang diumumkan di Wina ini, muncul setelah harga minyak dan gas melonjak musim panas ini di tengah operasi khusus Rusia ke Ukraina.
Harga cenderung turun dari Juli hingga pertengahan September. Agenda pemilu sela AS pada November 2022 membuat langkah yang dilakukan OPEC+ menyulitkan partai Demokrat dan Joe Biden. Saat ini presiden Biden berusaha untuk mengurangi harga gas, dan menjaga dompet orang Amerika tidak tipis, menjelang pemilihan sela.
Kelompok riset Capital Economics memperkirakan harga minyak global akan naik dari sekitar $93 menjadi $100 per barel, dengan harga patokan AS naik dari $88 menjadi $92. Pada awal invasi Rusia ke Ukraina, harga minyak dunia telah naik hingga $128.
Harga gas AS telah mengalami tren lebih tinggi dalam beberapa pekan terakhir di tengah meningkatnya permintaan dan masalah kilang di AS. Harga rata-rata satu galon gas pada hari Rabu adalah $3,83, tertinggi sejak akhir Agustus.
“Perbedaan regional dalam harga gas sangat mencolok saat ini, dengan harga di Pantai Barat mencapai $6 per galon dan lebih tinggi, sementara negara bagian Texas dan Gulf Coast memiliki harga yang turun di bawah $3 di beberapa daerah,” Andrew Gross, juru bicara AAA, mengatakan dalam sebuah pernyataan, Senin lalu, seperi disadur dari NBC News.
Analis politik telah mengamati korelasi yang kuat antara harga gas dan peringkat elektabilitas Biden, karena para pemilih menganggap harga gas sebagai proksi inflasi dan cerminan keadaan ekonomi.
Analis Wall Street mengatakan pemerintahan Biden dapat melawan langkah OPEC dengan melepaskan stok dari cadangan minyak strategis AS, dan bahkan meningkatkan apa yang disebut RUU NOPEC yang akan menghukum negara-negara penghasil minyak lainnya dengan membuka opsi tuntutan antimonopoli.
OPEC+, yang pemimpin de factonya adalah Arab Saudi, terdiri dari 13 negara pengekspor minyak dan 11 negara sekutu non anggota, termasuk Rusia. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"