KONTEKS.CO.ID – Gempa Turki dan Suriah tembus 1.800 tewas saat cuaca buruk menghambat tim penyelamatan dan pengungsi berkeliaran di jalan.
Gempa Turki dan Suriah tembus 1.800 tewas setelah dua gempa besar yakni Magnitudo 7,8 dan Magnitudo 7,5 melanda pada Senin 6 Februari 2023 dini hari waktu setempat.
Cuaca buruk menghambat upaya penyelamatan setelah gempa berkekuatan 7,8 dan gempa susulan yang kuat melanda Turki selatan dan Suriah barat laut, menewaskan hampir 1.800 orang dan melukai lebih banyak lagi.
Menurut Survei Geologi AS, gempa terjadi pada pukul 04:17 (01:17 GMT) pada hari Senin 6 Februari 2023 di kedalaman sekitar 17,9 km (11 mil), menyebabkan runtuhnya dan kehancuran bangunan di beberapa wilayah. Itu juga dirasakan di Siprus dan Lebanon.
Sedikitnya 1.014 kematian dilaporkan di Turki, sementara setidaknya 783 orang tewas di Suriah sejauh ini dan kemungkinan besar akan bertambah.
Selain kehancuran akibat gempa, Wakil Presiden Turki Fuat Oktay mengatakan pihak berwenang juga berjuang dengan kondisi cuaca yang sangat buruk.
“Kami berusaha menjangkau wilayah itu secepat mungkin,” beber Oktay kepada media seperti dilaporkan Al Jazeera.
Sinem Koseoglu dari Al Jazeera melaporkan dari Istanbul, mengatakan kondisi musim dingin yang keras membuat situasi di lapangan “sangat sulit”.
“Di mana-mana ada salju atau hujan, dan sangat dingin. Kondisi cuaca dan iklim membuatnya sangat sulit bagi petugas penyelamat dan warga sipil. Tampaknya ini menjadi tantangan terbesar bagi semua orang,” urai Koseoglu.
Tayangan TV tentang operasi penyelamatan di kota Diyarbakir, Turki tenggara, menunjukkan lusinan penyelamat dan sukarelawan mencari melalui puing-puing dengan mengenakan jaket musim dingin dan syal di leher mereka dengan salju di tanah saat mereka mati-matian mencari korban selamat.
Zeina Khodr dari Al Jazeera melaporkan dari Beirut, Lebanon, mengatakan “badai hebat” telah melanda Suriah utara.
“Dingin, dan banyak orang kehilangan rumah – mereka berada di tempat terbuka, dan bagian utara Suriah sudah menjadi rumah bagi jutaan orang yang tinggal di tenda,” ujar Zeina Khodr.
“Jadi, ini adalah keadaan darurat yang tidak akan mudah ditangani,” tambahnya.
Sementara itu Alaa Nafi, dari kota Idlib di Suriah, menggambarkan gempa tersebut sebagai “sangat mengerikan dan menakutkan”.
“Bangun di tengah malam dan seluruh gedung berguncang adalah perasaan terburuk yang pernah ada dan membuatnya sangat sulit untuk melarikan diri,” katanya kepada Al Jazeera.
“Melihat orang-orang dengan anak-anak di jalanan menangis dalam cuaca dingin sangat memilukan, tetapi kami semua berkumpul di satu area yang jauh dari semua gedung,” kata Nafi.
Wartawan Al Jazeera Ahmed al-Khatib, yang berada di kota Turki Gaziantep, mengatakan banyak orang “berdiri di luar dalam cuaca dingin” sejak gempa sampai beberapa masjid membuka pintunya sehingga memungkinkan orang berlindung dari kondisi beku.
Namun dia mengatakan banyak orang tidak merasa aman di gedung-gedung di tengah gempa susulan yang kuat. “Anda bisa melihat seluruh jalan dipenuhi mobil dan orang-orang duduk di dalamnya,” katanya.
“Ini seperti mimpi buruk dan kami berharap bisa keluar darinya,” tambahnya. “Itu tak terlukiskan.”
Pihak berwenang mengatakan jumlah korban tewas kemungkinan akan bertambah, sementara para ahli memperingatkan bahwa gempa susulan dapat berlanjut selama berhari-hari atau berminggu-minggu.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"