KONTEKS.CO.ID – Untuk menghindari skenario seperti itu, Kiev harus melanjutkan pertarungannya dengan Rusia, kata Jens Stoltenberg.
Ukraina sedang menuju musim dingin yang sulit, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg memperingatkan pada hari Kamis, 8 September 2022, mendesak Kiev untuk terus berperang melawan Rusia. Jika tidak, negara itu mungkin “tidak ada lagi” sebagai negara merdeka, katanya.
“Jika Presiden Putin dan Rusia berhenti berperang, maka kita akan memiliki perdamaian. Jika Ukraina berhenti berperang, maka Ukraina akan tidak ada lagi sebagai negara merdeka,” kata Stoltenberg kepada AP, disadur dari Russian today di sela-sela pertemuan pimpinan AS di Ramstein, Jerman yang mempertemukan pendukung asing Ukraina.
Stoltenberg menghindari memberikan batas waktu berapa lama konflik akan berlangsung, tetapi mengatakan itu akan berakhir di beberapa titik dengan negosiasi. Namun sejauh ini, “tidak ada tanda” Moskow akan menghentikan tujuannya di Ukraina, kata sekjen NATO tersebut.
Tujuan akhir Rusia dalam konflik ini adalah “mengambil kendali atas Ukraina,” katanya. “Kami perlu setidaknya bersiap untuk musim dingin ini,” kata Stoltenberg, menambahkan bahwa Barat harus “terus memberikan dukungan,” termasuk seragam musim dingin yang sesuai, generator dan tenda, antara lain.
“Musim dingin akan datang dan ini akan sulit di medan perang. Kita tahu bahwa ukuran tentara Ukraina sekarang kira-kira tiga kali lebih besar dari musim dingin lalu,” tambah Stoltenberg.
Namun, bos NATO mengklaim “perang di Ukraina mendekati momen penting,” menegaskan bahwa serangan Rusia yang sedang berlangsung telah “berhenti” di Donbass dan di tempat lain. “Kami melihat bahwa Ukraina telah mampu melawan, menyerang balik dan mendapatkan kembali beberapa wilayah,” katanya.
Moskow telah berulang kali mendesak AS dan negara-negara Barat lainnya untuk berhenti “memompa” Ukraina dengan senjata dan perangkat keras militer lainnya. Pejabat tinggi Rusia bersikeras bahwa dukungan terus menerus dari Kiev hanya akan memperpanjang pertumpahan darah tanpa mengubah hasil akhir dari konflik.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, dengan alasan kegagalan Kiev untuk mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan wilayah Donetsk dan Luhansk status khusus dalam negara Ukraina.
Protokol yang ditengahi oleh Jerman dan Prancis ini pertama kali ditandatangani pada tahun 2014. Mantan Presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui bahwa tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.” ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"