KONTEKS.CO.ID – Otoritas Islam di Karachaevo-Cherkessia, wilayah mayoritas Muslim di Rusia selatan, telah melarang pemakaian niqab.
Mereka beralasan, adanya risiko yang timbul oleh praktik tersebut terhadap keamanan dan toleransi sektarian.
Keputusan Dewan Spiritual Muslim, atau Muftiat, diterbitkan pada hari Kamis. Ini mengikuti langkah serupa minggu ini di Dagestan, negara republik Rusia yang terletak lebih jauh ke timur di Pegunungan Kaukasus.
Niqab adalah jenis pakaian yang wanita kenakan di beberapa belahan dunia yang menutupi tubuh dan wajah, kecuali mata. Pernyataan dewan yang keluar bersamaan dengan perintah tersebut menjelaskan bahwa hal tersebut tidak boleh tersamakan dengan hijab, atau pakaian yang harus umat Islam kenakan berdasarkan hukum Islam.
“Pelarangan hijab tidak mungkin terlakukan, dan kami tidak membahas hal itu. Hukum Rusia tidak membatasi pemakaian jilbab dan secara eksplisit mengizinkannya, ketika mengambil foto untuk tanda pengenal,” katanya, mengutip RT, Sabtu 6 Juli 2024.
Muftiat mengecam orang-orang yang mengklaim bahwa niqab adalah wajib dalam Islam. Mereka menyatakan klaim palsu tersebut menimbulkan perselisihan dan perpecahan dalam masyarakat.
Dalam situasi saat ini, pakaian dan barang serupa yang menutupi seluruh wajah menimbulkan kerugian praktis bagi umat Islam. Serta mengancam ketidakpuasan dalam hubungan antar agama dan etnis di Karachaevo-Cherkessia.
Aturan baru ini akan tetap berlaku sampai ancaman yang teridentifikasi hilang dan keputusan baru dari para ulama Islam terkeluarkan.
Pejabat federal dan regional Rusia sebelumnya menentang niqab dengan alasan keamanan. Beberapa pakar agama mengaitkan pakaian tersebut dengan Wahhabisme, sejenis Islam Sunni yang populer di Arab Saudi dan Qatar.
Ini menentukan aturan perilaku yang sangat ketat, termasuk aturan berpakaian yang lebih ketat, terbandingkan dengan sekte lain. Beberapa organisasi jihad paling terkenal di dunia menganut Wahhabisme.
Perdebatan mengenai niqab di Dagestan semakin memanas setelah serangan teroris tingkat tinggi bulan lalu, yang mengakibatkan kematian 20 orang. Termasuk belasan petugas polisi. Para militan menargetkan tempat ibadah Kristen dan Yahudi dalam rangkaian kekerasan yang mematikan. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"