KONTEKS.CO.ID – Rusia mengumumkan penemuan cadangan minyak dan gas yang signifikan di Antartika, suatu daerah yang sebagian adalah milik Inggris. Temuan tersebut berjumlah 511 miliar barel minyak, setara dengan sekitar 10 kali lipat dari produksi Laut Utara selama 50 tahun. Informasi ini telah sampai ke telinga Komite Audit Lingkungan (EAC) minggu lalu oleh kapal riset Rusia.
Melansir dari Telegraph, Antarktika sebenarnya dilindungi oleh Perjanjian Antarktika tahun 1959. Perjanjian ini melarang eksploitasi mineral dan minyak di kawasan tersebut.
Berkenaan dengan ini, segala kepentingan Inggris selama ini telah berjalan dalam pengawasan Kementerian Luar Negeri.
Akan tetapi, Inggris kini malah menuai tuduhan bahwa mereka mengabaikan krisis yang terjadi di Antartika.
Anggota parlemen Inggris, David Rutley pekan lalu mengatakan kepada EAC bahwa departemennya memutuskan untuk mempercayai Rusia bahwa mereka hanya melakukan penelitian ilmiah. “Rusia baru-baru ini menegaskan kembali komitmennya terhadap elemen-elemen kunci dari perjanjian tersebut,” ujarnya.
Para ahli di kawasan tersebut tidak setuju dengan Inggris. Mereka bahkan memperingatkan bahwa “menaruh kepercayaan pada Rusia untuk mematuhi kewajibannya adalah hal yang naif”. Profesor geopolitik di Royal Holloway College sekaligus seorang ahli di Antartika, Klaus Dodds mengatakan, kegiatan Rusia jauh lebih dekat dengan pencarian minyak dan gas dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang sesungguhnya.
Wilayah Antartika Britania (BAT) merupakan wilayah terbesar dan paling selatan dari 14 wilayah luar negeri Inggris. Selain itu, wilayah tersebut juga menjadi wilayah yang paling tidak ramah lantaran 99 persen wilayahnya tertutup es.
Namun, pada masa prasejarah, wilayah tersebut memiliki iklim yang lebih hangat, dengan vegetasi yang memungkinkan terbentuknya cadangan bahan bakar fosil.
Antartika membentang ke arah barat laut dari Kutub Selatan, mencakup Semenanjung Antartika dan Laut Weddell. Kendati demikian, Argentina dan Cile juga mengklaim sebagian besar BAT, yang akan semakin memanas jika bukti-bukti dari survei seismik Rusia terbukti dengan pengeboran berikutnya.
Profesor Alan Hemmings, komandan stasiun Survei Antartika Inggris selama perang Falklands 1982 antara Argentina dan Inggris angkat bicara. Menurut dia, apabila ketegangan meningkat maka berpotensi menghancurkan perjanjian yang telah melindungi Benua Beku tersebut dari pembangunan. Akan ada peninjauan kembali terhadap perjanjian ini pada tahun 2048. Namun negara mana pun yang terlibat dapat meninggalkan perjanjian tersebut kapan pun.
“Kita berada di tengah ketegangan yang sangat serius antara negara-negara Barat dan Rusia mengenai Ukraina dan antara AS dan China sehubungan dengan hegemoni global,” tutup Alan.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"