KONTEKS.CO.ID - Ribuan video di YouTube terancam kehilangan hak monetisasi dan tak bisa dipakai lagi untuk menghasilkan uang, mulai 15 Juli 2025.
Semua ini gara-gara kebijakan baru YouTube yang memperbaharui kebijakan program monetisasi YouTube Partner Program (YPP).
Perubahan ini berfokus pada konten yang dinilai tidak otentik, atau disebut sebagai “inauthentic content”.
Baca Juga: Yunita Ababiel Meninggal Dunia, Penyanyi Dangdut Ini Sempat Operasi Kanker Payudara Sebelum Wafat
Melansir dari laman Google Support pada Minggu, 13 Juli 2025, YouTube menegaskan bahwa video yang bersifat repetitif, diproduksi secara massal, atau terlihat seperti spam tidak lagi memenuhi syarat untuk dimonetisasi.
"Mulai 15 Juli 2025, kami memperbarui pedoman untuk lebih mudah mengidentifikasi konten yang diproduksi massal dan repetitif."
"Pembaruan ini mencerminkan seperti apa bentuk konten ‘tidak otentik’ saat ini,” tulis YouTube di laman Google Support.
Baca Juga: Profil dan Biodata Yunita Ababiel, Ikon Dangdut Indonesia Ini Meninggal Dunia di Usia 60 Tahun
"Perubahan ini untuk lebih mudah mendeteksi konten yang diproduksi massal atau berulang, yang sudah sejak lama tidak memenuhi syarat monetisasi karena dianggap spam oleh penonton," kata Rene Ritchie, Kepala Editorial dab Creator Liaison di YouTube.
YouTube juga mengonfirmasi bahwa kebijakan reuse content (seperti reaksi, komentar, atau kompilasi) tidak berubah.
Jenis video tersebut masih boleh dimonetisasi asalkan memiliki nilai tambah dan tidak hanya sekadar mengulang konten dari orang lain.
Kebijakan Hak Monetisasi
Kebijakan ini sebenarnya bukan hal baru. Selama ini YouTube memang hanya memberikan hak monetisasi kepada konten yang dianggap orisinal dan punya nilai tambah.
Namun, dalam pembaruan ini, YouTube mengganti istilah “repetitious content” (konten berulang) menjadi “inauthentic content”.