KONTEKS.CO.ID - Pekan lalu, jagat dunia maya geger oleh kabar 16 miliar data login pengguna bocor dan disebut sebagai "kebocoran data terbesar sepanjang masa".
Judul-judul berita menyebut akun Google dan Apple ikut terdampak, membuat jutaan pengguna panik dan buru-buru ganti semua kata sandinya.
Tapi tunggu dulu—benarkah ada pembobolan besar-besaran?
Baca Juga: Israel-AS Keroyok Iran Munculkan Teori Konspirasi Kemunculan Imam Mahdi
Faktanya, ini bukan insiden baru. Data yang disebut-sebut bocor sebenarnya merupakan hasil kompilasi dari berbagai peretasan lama, termasuk data dari malware pencuri informasi.
Meski tidak ada pelanggaran data terbaru, bukan berarti ancamannya hilang begitu saja.
Ketakutan Kolektif Jadi Senjata Penjahat Siber
Baca Juga: Parlemen Beri Lampu Hijau, Iran Dilaporkan Bergerak Menutup Selat Hormuz Pasca-Serangan AS
Masalah terbesar bukan di mana datanya berasal, melainkan bagaimana peretas memanfaatkannya.
Mereka tahu orang-orang akan panik saat membaca berita tersebut.
Inilah momen emas bagi pelaku kejahatan siber: mengirim email atau SMS yang pura-pura dari Google, Apple, atau platform lain.
Modusnya sederhana tapi mematikan.
Baca Juga: Kapolri Minta 34 Kapolda Jaga Kekompakan dan Terus Solid, Ada Apa?
Mereka menyamar sebagai "tim keamanan resmi", menyertakan tautan yang mengarahkan korban ke halaman palsu untuk reset password, bahkan kadang memberikan nomor layanan palsu untuk ditelepon.
Tujuannya? Mengambil alih akun kamu saat kamu panik dan tidak berpikir panjang.