KONTEKS.CO.ID – Ilmu Astronomi Suku Biak sangat hebat. Ya, pengetahuan tradisional warga lokal Nusantara dikenal sangat kaya. Salah satunya yang berhubungan dengan keilmuan astronomi.
Nah ilmu astronomi yang mendukung beragam giat kehidupan sehari-hari itu perlu direvitalisasi agar dapat terus diwariskan kepada generasi mendatang.
Di Biak misalnya. Pengetahuan astronomi lokal menjadi modal bagi warga Suku Biak di Kabupaten Biak Numfor, Papua, untuk menaklukan navigasi di lautan. Dengan kemampuan itu, mereka dapat menentukan kapan waktu atau masa berlayar dan menjelajah sejumlah daerah di Kepulauan Nusantara.
”Kemampuan itu memperliahtkan kemampuan navigasi Suku Biak yang hebat. Suku Biak memiliki beragam ilmu tentang benda-benda langit,” ungkap peneliti astronomi tradisional, Lisa Febriyanti, dalam webinar bertajuk Astronomi Tradisional Suku Biak: Kajian Astronomi Tradisional sebagai Pengetahuan Ekologi Nusantara, Kamis 25 Mei 2023.
Lisa berpendapat, astronomi tradisional tak bisa dilepaskan dari penilaian kosmologi warga lokal. Pada Suku Biak, mereka memiliki konsep kosmologi Nanggi sebagai Tuhan langit.
Untuk diketahui, Nanggi mempunyai hubungan selaras dan harmoni dengan manyoa atau manusia, dan farsyos alias jagat raya.
”Di dalamnya ada ruang-ruang. Ruang ini tidak bisa dipisahkan untuk bisa memahami astronomi tradisional,” tutur Lisa.
Merujuk catatan Feuilletau de Bruyn tahun 1920, terdapat beberapa kata pada bahasa Biak yang dimanfaatkan untuk mengenali benda-benda langit.
Tahun 1940, dia ikut menyebutkan dua konstelasi bintang yang pahami Suku Biak. Masing-masing romanggwandi atau skorpio dan sawakoi atau orion.
Namun, Suku Biak lebih mengenali romanggwandi sebagai naga. Masyarakat setempat melabeli penamaan yang tak selalu identik sama dalam mengenali benda-benda langit.
Lisa menjelaskan, dua konstelasi bintang tersebut menjadi indikasi atau sinyal-sinyal perubahan musim. Saat romanggwandi berposisi di atas cakrawala, itu artinya musim teduh. Kemudian sewaktu sawakoi yang di atas cakrawala, maka itu penanda adanya musim angin barat.
Walaupun ilmu astronomi adalah sebuah pengetahuan selangit, tidak bagi masyarakat adat yang sejak zaman lalu sudah sanggup menerapkan pengetahuan astronomi.
Ilmu itu mendukung warga Suku Biak untuk menentukan kapan waktu pelayaran yang tepat. Ketika musim teduh, laut terasa lebih tenang. Dengan demikian, ini adalah momen yang tepat untuk melakukan pelayaran perdagangan ke tempat-tempat jauh.
Lisa menuturkan, sejumlah masyarakat setempat masih mengertai ilmu astronomi itu. Sayangnya, generasi penerusnya sudah jarang memperoleh ilmu tersebut.
Hal itu dipengaruhi banyak faktor. Misalnya, memudarnya jejak-jejak pemanfaatkan pengetahuan astronomi tradisional. Pemanfaatan perahu tradisional sudah jarang dan tergantikan perahu bertenaga mesin motor.
”Jadi lama-kelamaan ilmu navigasinya meluntur. Jadi, sangat penting merevitalisasi pengetahuan astronomi ini. Penggunaan perahu tradisional kembali di Biak bisa menjadi sarana edukasi, sekaligus mengajak generasi muda berlayar untuk belajar bintang,” sarannya.
Dikatakannya, revitalisasi bukan hanya menyentuh ilmu astronomi, tapi juga tradisi lokal lainnya. Alasnanya, kearifan lokal Nusantara yang membangun kehidupan lintas generasi.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Biak, Numfor Onny Dangeubun, mengutarakan, ilmu astronomi Suku Biak adalah bukti peradaban maju warga suku tersebut. Nah dari kepemilikan ilmu itu pula warga Biak banyak yang menggelar ekspansi wilayah.
Dia menilai, aset kearifan lokal memiliki ruang cukup luas. Bukan hanya menelaah fenomena alam, tapi juga mengelola Bumi yang disebut sebagai kearifan ekologi. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"