KONTEKS.CO.ID – Berawal dari berjualan nasi ayam dengan merek Tempong Ialah, Arif Maulana Nurbani (37) kini merambah bisnis di sektor properti.
Bani, sapaan akrabnya, melangkah dengan penuh semangat untuk mengubah nasibnya ke arah yang lebih baik. Namun, Bani tak lupa dengan prinsipnya yang ringan tangan meski kini telah sukses.
Sarjana bidang teknologi informasi jebolan Binus University kini fokus mengembangkan bisnis propertinya di Kota Serang, Banten.
Dari hasil usaha nasi ayam dan kepercayaan dari pihak perbankan, Bani perlahan memberanikan diri menjadi seorang pengembang perumahan.
Bukan perumahan komersil, Bani memutuskan untuk mengembangkan perumahan subsidi untuk sektor pekerja informal.
Menurut Bani, para pekerja sektor informal kerap kesulitan memiliki rumah impiannya. Apalagi dengan skema Kredit Perumahan Rakyat (KPR).
Para pekerja informal yang tak punya slip gaji bulanan tentu akan dipandang sebelah mata dengan metode pembayaran itu.
Bani akhirnya menyediakan lahan seluas lima hektare untuk proyek rumah bersubsidinya. Pada tahap awal, Bani menargetkan 25-50 rumah bersubsidi bisa terbangun.
“Kami melihat di area Banten dan sekitarnya, di sana industri pabrik kurang. Kalau daerah Cikande, Bekasi, Karawang tak masalah karena orang punya slip gaji, ada PT yang menjamin punya pendapatan tetap. Kalau daerah Serang itu agak sedikit yang punya slip gaji,” ungkap Bani, dalam keterangannya, Kamis 21 Maret 2024.
Hingga saat ini, 100 rumah bersubsidi di perumahan yang Bani kembangkan sudah terisi. Mereka adalah para pekerja informal yang berpenghasilan rendah.
Para pekerja sektor informal itu menempati rumah dengan luas tanah 60 meter persegi dan luas bangunan 30 meter persegi.
“Rumah begitu bangun pasti sudah terisi. Setiap keluarga itu impiannya punya rumah sendiri. Sandang, pangan, papan. Setiap orang kan ingin punya rumah sendiri dibandingkan mengontrak,” tambah pria yang juga menyandang gelar master teknologi informasi dari Universitas Indonesia itu.
Edukasi Finansial untuk Pedagang Pasar dan Lulusan Pesantren
Bani melihat masyarakat masih belum teredukasi tentang rumah subsidi. Bagi Bani, bisnis bukan soal keuntungan semata. Namun, Bani ingin bisnis propertinya bisa bermanfaat bagi masyarakat khususnya yang berpenghasilan rendah.
Masalah yang banyak Bani temukan saat terjun di bisnis properti adalah ketidakmampuan para pekerja informal dalam mendapatkan KPR.
Kebanyakan pedagang pasar dan para lulusan pesantren di Banten kurang mendapat dukungan dari perbankan untuk mendapatkan rumah layak. Apalagi, adanya keberadaan aplikasi pinjaman online (pinjol) yang justru membuat mereka terjerat masalah yang baru.
“Akhirnya kami bantu, kita clean up (catatan Bank Indonesia Checking) terutama di sana daerah Banten dan sekitarnya basis pesantren. Semua lulusan pesantren itu dianggap tak bankable. Kami coba bina terus mereka,” tutur Bani.
Bani lantas mengedukasi para pedagang pasar dan lulusan pesantren untuk skema pembiayaan rumah subsidi.
Dia bekerja sama dengan bank-bank berpelat merah untuk memudahkan mereka mengajukan KPR.
Dengan bantuan jaminan dan subsidi DP 0 persen dari Bani, mereka akhirnya bisa punya rumah setelah melakukan akad dengan pihak bank.
Tak Perlu Gengsi Punya Rumah Subsidi
Membeli rumah subsidi sebenarnya tak perlu gengsi alias malu. Rumah subsidi pun berkualitas dan bisa menjadi investasi tak bergerak.
“Begitu setahun itu sudah jadi rumah komersil. Tempatnya jadi lebih strategis, seiring berkembangnya lingkungan, harga bisa naik dan kalau dijual bisa jadi income juga,” ujar Bani.
Perumahan bersubsidi dengan nama Villa Panenjo Hills tepatnya di Jalan Sayar, Kelurahan Galam, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang pun Bani bangun dengan standar layak huni. Ada dua kamar dalam rumah yang dibangun.
Bani menawarkan dua tipe rumah subsidi yakni, rumah subsidi dan rumah subsidi plus. Rumah subsidi plus memiliki total luas tanah 72 meter persegi.
“Rumah subsidi itu Rp168 juta dengan 60 meter persegi. Kalau subsidi plus itu bisa luas tanahnya ditambahin, lalu klosetnya dari kloset jongkok diubah ke duduk. Nggak nambah banyaknya paling Rp10-20 juta,” kata Bani.
Menolong dan Tak Takut Rugi
Meski berniat menolong namun Bani serta merta melupakan insting bisnisnya dalam sektor properti
Ia mendapatkan tawaran untuk mengambil alih bisnis properti dari developer lain.
Bani kemudian mendesain dan membangun ulang perumahan agar tampak lebih bagus dan lebih layak huni.
“Karena banyak yang kami lihat dan asal bangun saja. Kualitasnya begitu, apalagi untuk perumahan rakyat. Air tak ada, sekedar formalitas. Kami sangat menjaga kepercayaan pelanggan. Salah satunya kami take over di Serang,” tambah tokoh pengusaha muda asal Banten itu.
Dalam bisnisnya, Bani juga mengedepankan solusi terbaik dalam menyelesaikan segala masalah seperti gagal bayar.
“Kami prihatin juga ada gagal bayar. Bahkan rumah subsidi bisa gagal bayar. Kami lihat gagal bayarnya case by case. Orangnya kenapa? Misalnya karena dia dipecat. Kami cari solusinya juga karena kami ada banyak rekanan,” tambah Bani.
Bani juga menyediakan opsi untuk berbagi keuntungan saat menjual rumah yang berstatus gagal bayar.
Bani akan membeli rumah tersebut dan kembali menjualnya.
“Kami jual lagi untuk customer baru. Kalau kira-kira cicilannya sudah lama dia, terus masih ada keuntungan, kami bagi proporsional dengan pemilik rumah,” ujar Bani.
Bani mengaku tak takut merugi dalam menjalankan bisnis perumahan subsidinya. Ia mengaku, bisnis perumahan komersil jauh lebih menguntungkan dibandingkan perumahan bersubdisi.
Namun, niat Bani teguh untuk membantu para pekerja informal.
“Tapi balik lagi, kami lebih banyak menolong orang juga dengan membangun perumahan subsidi. Kami lebih kejar jumlah rumah, cepat pengerjaannya. Tergantung niat baiknya aja,” pungkasnya.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"