KONTEKS.CO.ID - Pelatih Tottenham Hotspur, Thomas Frank, mengakui rasa pahit setelah timnya gagal meraih trofi Piala Super Eropa 2025. Padahal tim sudah menjalankan rencana permainan yang hampir sempurna melawan Paris Saint-Germain (PSG).
Bermain di Stadio Friuli, Kamis 14 Agustus 2025 dini hari WIB, Tottenham turun dengan formasi 5-3-2 untuk meredam kekuatan serangan PSG.
Mohammed Kudus dan Richarlison dipercaya menjadi ujung tombak, sementara lini belakang berlapis menahan gempuran lawan.
Baca Juga: Sejarah Panjang Perlawanan Pajak di Pati: dari Era Kerajaan hingga Bupati Sudewo 2025
Strategi serangan balik The Lilywhites berjalan efektif. Meskipun PSG mencatat penguasaan bola hingga 74%, mereka kesulitan menembus pertahanan rapat Tottenham.
Justru klub London itu yang memimpin lebih dulu lewat gol Micky van de Ven di menit ke-39, kemudian digandakan Cristian Romero tiga menit setelah jeda.
Tottenham tampil lebih tajam dengan lima tembakan tepat sasaran dari 13 percobaan.
Namun, PSG memperkecil ketertinggalan pada menit ke-85 melalui Lee Kang-in, lalu memaksakan skor imbang 2-2 lewat gol Goncalo Ramos di injury time (94’). Laga pun harus ditentukan lewat adu penalti.
Baca Juga: KAI Rombak Komisaris dan Direksi: Bobby Rasyidin Jadi Dirut, Strategi Baru Digeber!
Sayangnya, dua penendang Tottenham gagal menuntaskan tugas, membuat mereka kalah 2-3 dalam babak tos-tosan.
Frank menyebut kekalahan ini sulit diterima karena rencana permainan berjalan sesuai skema hingga menit-menit akhir.
“Saya tahu kami harus melakukan sesuatu yang berbeda untuk menghadapi PSG, ini seperti operasi khusus. Operasinya sukses, tapi pasiennya meninggal,” ujar Frank dikutip dari ESPN.
Baca Juga: Pendemo Sebut Sudewo Sudah Mundur dari Jabatan Bupati Pati
“Kalau imbang 2-2 melawan PSG di waktu normal, itu sebenarnya hasil bagus. Namun di final, adu penalti jadi penentu, dan kami gagal. Mungkin ini yang harus kami perbaiki untuk menjuarai laga besar.”