KONTEKS.CO.ID — Delusi Cotard adalah sindrom di mana pasien percaya tubuh mereka mati, mati, atau hilang. Kondisi ini umum terjadi pada orang dengan depresi berat dan skizofrenia.
Juga dikenal sebagai sindrom mayat berjalan, kondisi ini biasanya dikaitkan dengan masalah kesehatan mental dan gangguan saraf dan otak.
Dilihat dari Healthline, gejala utama delusi Cottard adalah nihilisme. Nihilisme adalah keyakinan bahwa segala sesuatu di dunia ini, termasuk diri Anda sendiri, tidak berharga dan tidak berarti.
Korban percaya bahwa keberadaan mereka tidak benar-benar ada, seolah-olah mereka sudah mati.
Delusi Cottard terkait erat dengan depresi berat. Studi menunjukkan bahwa 89% orang dengan kondisi ini mengalami depresi dan gejala seperti:
-Kecemasan
-Halusinasi
-Hipokondriasis, atau merasa seperti memiliki penyakit tertentu
-Merasa bersalah
-Menyakiti diri sendiri.
Hal tersebut dapat menimbulkan konsekuensi yang signifikan, termasuk :
Tidak mampu mengurus dirinya sendiri. Depresi berat yang mengarah ke isolasi diri. Masalah kesehatan seperti masalah kulit atau gigi karena Anda tidak merawat diri sendiri.
Malnutrisi karena puasa dan puasa. Korban percaya tubuh mereka tidak membutuhkannya. Dalam kasus yang paling parah, orang dengan delusi cotard dapat mencoba bunuh diri.
Alasannya adalah karena mereka percaya bahwa mereka telah mati dan ingin membuktikan bahwa mereka tidak akan pernah mati lagi.
Para peneliti tidak yakin apa yang memicu delusi Cottard, namun ada beberapa faktor yang diyakini sebagai pemicu utama. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rata-rata orang berusia sekitar 50 tahun.
Namun, tidak menutup kemungkinan yang dialami remaja dan anak-anak. Masalah kejiwaan juga kerap menjadi pemicu utama delusi Cottard. Beberapa dari mereka adalah:
-gangguan bipolar
-depresi pascapersalinan
-catatonia
-depersonalisasi
-gangguan disosiatif
-depresi psikotik
-skizofrenia
Selain masalah kejiwaan, gangguan saraf seperti infeksi otak, tumor otak, demensia, epilepsi, dan cedera otak juga menjadi pemicunya.
Bagaimana Anda mengobati kondisi ini? Karena kondisi tersebut biasanya disertai kondisi medis lain, maka penanganannya bervariasi.
Di antara jenis pengobatan lainnya, terapi elektrokonvulsif adalah pengobatan yang paling umum digunakan.
Ini diobati dengan menginduksi kejang ringan dengan mengirimkan arus listrik kecil dan lemah melalui otak. Sebelum perawatan, pasien menjalani anestesi umum.
Meskipun demikian, ada pro dan kontra terhadap ECT karena membawa banyak risiko. Misalnya mual, bingung, nyeri otot, dan hilang ingatan. Ada pilihan pengobatan lain yang bisa dipertimbangkan.
-antidepresan
-antipsikotik
-sejenis obat penstabil suasana hati
-psikoterapi
-terapi perilaku.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"