KONTEKS.CO.ID – Profil dan biodata Tai Tsu-ying sebagai salah satu pebulutangkis yang konsisten di lima besar dunia sektor tunggal putri ada di sini.
Profil dan biodata Tai Tsu-ying terus menjadi perbincangan hangat jelang Asian Games Hangzhou. Apakah ia mampu merebut medali emas buat China Taipei sebelum gantung raket setelah Olimpiade Paris 2024, pada usianya ke-30, kabar yang telah ia umumkan sekitar April 2023.
Karier bulutangkis Tai Tsu-ying dimulai ketika dia masih di sekolah dasar, karena dia dipengaruhi oleh ayahnya yang merupakan seorang petugas pemadam kebakaran dan direktur komite bulu tangkis kota Kaohsiung.
Tai mulai bermain bulutangkis di kelas empat atau lima sekolah dasar, dan di kelas enam, dia bermain di turnamen peringkat Nasional, memenangkan gelar di divisi dua, dan mendapatkan hak untuk berpartisipasi dalam pertandingan divisi satu. Dia adalah pemain termuda yang berkompetisi di divisi pertama.
Pada 2011, ia memenangkan gelar kompetisi nasional saat dia berusia 16 tahun 6 bulan, menjadi yang termuda dalam sejarah bulutangkis China Taipei.
Dalam karier profesionalnya, Tai sudah memenangkan 12 gelar plus 6 runner-up di era BWF Superseries.
Lalu setelah berubah nama menjadi BWF World Tour, ia telah meraih 15 gelar plus 10 kali runner-up, dua di antaranya adalah memenangkan Indonesia Open (Super 1000).
Tai juga tiga kali menggondol Kejuaraan Asia, plus satu medali emas Asian Games, dan lagi-lagi di Indonesia pada 2018.
Ia kini mengincar medali emas keduanya atau medali ketiganya di Asian Games (setelah perunggu di Incheon 2014).
Pun Tai masih penasaran di BWF World Championships, setelah cuma bisa jadi runner up di BWF World Championships 2021 (sebelumnya perunggu 2022) serta merebut medali perak Olimpiade Tokyo 2020.
Uniknya, pebulutangkis right handed dan bertinggi badan 163 cm itu tidak menyukai analisis video jelang bertanding.
An Se Young melakukannya. Begitu pula Carolina MarÃn. Banyak pemain bulu tangkis yang melakukan analisis video sebagai bagian dari persiapan pertandingan, mempelajari kelemahan lawan, atau mencari pola permainan yang tepat agar dapat menaklukkan lawan. Namun, Tai Tzu-ying tidak melakukannya. Mempelajari video pertandingan bukanlah kesukaannya.
“Saya belum pernah menonton video apa pun sebagai bagian dari persiapan. Saya juga tidak memperhatikan orang lain,” tutur Tai seperti dilaporkan situ Federasi Bulutangkis Dunia (BWF).
Terkait performanya, hanya satu hal yang tertanam dalam benak Tai, yaitu jumlah kesalahan yang dilakukannya di lapangan. Bagi Tai, persamaannya sederhana, yakni peluangnya untuk menang berbanding terbalik dengan kesalahannya. Memang agak mengejutkan, performa lawan tidak diperhitungkan dalam persamaan ini.
“Hasil sebuah pertandingan bergantung pada jumlah kesalahan yang saya lakukan. Jika saya menonton video tetapi tetap membuat banyak kesalahan, itu tidak akan membantu. Itu semua tergantung pada saya,” kata Tai sesumbar.
Nah, lantas bagaimana dengan lawan-lawan tangguh yang kerap dihadapi Tai, seperti An Se Young, Akane Yamaguchi, Chen Yu Fei, atau Marin? Bagaimana Tai bisa bertahan tanpa mempelajari permainan para pemain elite dunia tersebut?
“Umumnya, seorang pemain tidak akan banyak berubah (pola permainan),” jawab pemain yang mencapai posisi teratas peringkat dunia tunggal putri pada 1 Desember 2016 itu.
“Semisal, An Se Young dulu sering melakukan reli, tapi sekarang dia mencoba lebih sering menyerang. Chen Yu Fei juga mirip dengan An Se Young. Mereka tidak terlalu sering menyerang sebelumnya, tetapi sekarang mereka melakukan lebih banyak serangan. Akane adalah pemain yang lebih menyerang,” ulas Tai.
“Pemain seperti Akane, An Se Young, dan Chen Yu Fei, bermain sangat cepat sekarang, jadi lebih penting bagi saya untuk mempersiapkan diri daripada memahami mereka,” imbuhnya.
“Saya telah memainkannya berkali-kali, saya mengenal mereka dengan cukup baik. An Se Young sangat konsisten, Akane kuat dalam menyerang dan cepat. Jadi secara umum, saya memahaminya. Tapi yang pertama dan terpenting adalah mempersiapkan diri. Saya cenderung membuat banyak kesalahan, jadi saya perlu mengurangi kesalahan saya dan meningkatkan kecepatan saya,” kata Tai Tsu-ying lagi.
“Contohnya, jika saya tidak bisa menjaga shuttlecock tetap berada di dalam garis, apa pun yang saya lakukan tidak ada bedanya. Jika saya tidak bisa mengendalikan kesalahan saya, saya tidak bisa melakukan challange. Masalahnya, pun solusinya ada pada diri saya sendiri,” tandasnya.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"