KONTEKS.CO.ID – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan kondisi dunia saat ini sering dinarasikan semakin tidak ramah. Oleh karena itu menyatakan solidaritas dan kerukunan antar umat beragama harus benar-benar direalisasikan.
Bamsoet mengutip hasil riset Institute for Economics and Peace yang mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu 14 tahun terakhir, indeks perdamaian global terus memburuk dan mengalami penurunan hingga 3,2 persen.
“Dari aspek keadilan global, World Justice Project juga mengungkapkan bahwa dari 140 negara yang disurvei, sebagian besar (61 persen) mengalami penurunan tingkat kepatuhan terhadap supremasi hukum. Penghormatan terhadap hak asasi manusia juga kian melemah,” kata Bamsoet saat Peringati Hari Persaudaraan dan Kemanusiaan Dunia di Kompleks Parlemen, Jakarta, Minggu 5 Februari 2023.
Wakil Ketua Umum partai Golkar ini menambahkan, dari aspek kesejahteraan, catatan akhir tahun 2022 menyajikan data krisis pangan yang memilukan. Diperkirakan, sekitar 345 juta orang penduduk dunia mengalami kelaparan akut, dimana 19.700 orang di antaranya, meninggal dunia setiap harinya.
“Artinya, setiap empat detik, tercatat satu orang meregang nyawa karena kelaparan,” ujarnya.
Berbagai gambaran kondisi global tersebut mengisyaratkan bahwa dibutuhkan keberpihakan, komitmen, dan kontribusi kolektif dari segenap pemangku kepentingan, termasuk dari entitas keagamaan.
“Mengingat entitas keagamaan memiliki peran penting dan strategis, dalam menjawab berbagai persoalan kemanusiaan global,” jelasnya.
Selain itu Bamsoet menjelaskan, entitas keagamaan mempunyai kemampuan untuk menginspirasi, memotivasi, dan memobilisasi umat yang memiliki loyalitas tanpa batas. Nilai-nilai moralitas keagamaan juga mengajarkan kepedulian dan kepekaan sosial, serta menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan, sebagai sarana dan jalan pengabdian kepada Tuhan.
Di sisi lain, pada dasarnya semua agama menjunjung tinggi dan memuliakan nilai-nilai persaudaraan dan kerukunan. Persaudaraan dan kerukunan adalah kristalisasi gagasan yang telah menjadi bahasa universal, sehingga dapat diterima oleh semua golongan, tanpa memandang perbedaan latar belakang sosial, budaya dan agama.
“Bahwa setiap manusia diciptakan berbeda, itu adalah fitrah kemanusiaan yang daripadanya kita dituntun untuk saling mengenal, berinteraksi, dan bekerjasama,” tegasnya.
Atas dasar itu semangat persaudaraan insani dan kerukunan umat beragama tidak boleh berhenti hanya pada sebuah rumusan deklarasi.
“Spirit ini harus senantiasa hadir dan mengemuka pada setiap ruang publik yang harus dimaknai dan diterjemahkan secara aktual pada berbagai langkah kebijakan, serta menjadi referensi implementasi bagi dimensi pembangunan mental-spiritual yang merata dan berkesinambungan,” jelasnya. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"