KONTEKS.CO.ID – Ketua fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay meminta dilakukannya evaluasi dan monitoring atas kinerja BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) pasca usulan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menaikan biaya haji yang sebelumnya sebesar Rp 39,8 juta pada tahun 2022 naik dua kali lipat menjadi Rp 69,2 juta di tahun 2023.
Pasalnya, usulan kenaikan ongkos haji tahun 2023 tidak lepas dari kinerja BPKH. Yang terbukti pada penjelasan Menteri Agama terkait kesinambungan dan keadilan penggunaan nilai manfaat yang dikelola BPKH.
“Katanya, kalau nilai manfaat terus dipakai, maka dananya akan cepat tergerus untuk membiayai jamaah yang berangkat tahun ini dan beberapa tahun ke depan. Akibatnya, tidak adil bagi jemaah selanjutnya yang harus bayar 100 persen,” kata Saleh kepada wartawan, Rabu 25 Januari 2023.
Atas dasar itu menurutnya, DPR dan masyarakat layak mempertanyakan kinerja dan kontribusi BPKH dalam mengelola keuangan haji. Karena semestinya, mereka tidak hanya menghitung pengeluaran, tetapi pemasukan.
Bila pengelolaan dana jamaahnya benar, semestinya nilai manfaatnya akan cepat bertambah dan naik. Dan bila nilai manfaatnya bertambah dan naik, maka masalah kesinambungan dan keadilan yang diutarakan tidak perlu dipersoalkan.
“Jujur saja, saya belum melihat prestasi BPKH dalam meningkatkan nilai manfaat dana haji. Perbandingan biaya haji tahun-tahun sebelumnya yang disampaikan ke publik justru terkesan hanya sebagai pernyataan retoris untuk menjustifikasi kenaikan Bipih (biaya perjalanan ibadah haji),” paparnya.
Saleh mengungkapkan, bila ingin teliti kehadiran BPKH justru lebih cepat menggerus nilai manfaat keuangan haji, sebab biaya operasional dan gaji BPKH diambil dari nilai manfaat. Dan sebelum ada BPKH, tidak ada biaya operasional dan gaji yang nilainya cukup besar.
“Publik dan calon jamaah haji harus tahu bahwa biaya operasional BPKH menurut PP No. 5/2018 adalah maksimal 5 persen dari perolehan nilai manfaat tahun sebelumnya. Untuk tahun 2023, sudah ditetapkan besarannya adalah 386,9 miliar. Kalau dibagi dengan 203.320 calon jamaah, itu sama dengan 1,9 juta rupiah per jamaah, ungkapannya.
Jumlah tersebut tentu tidak sedikit, dimana jamaah harus berkontribusi 1,9 juta untuk mengelola dana mereka. Sementara, kinerja BPKH untuk menaikkan nilai manfaat tidak signifikan.
“Sekarang malah, BPKH ikut bersuara agar ada kenaikan ongkos haji. Ini sangat ironis dan malah cenderung tidak adil,” jelasnya.
Selain itu jamaah haji reguler itu adalah jamaah haji yang kemampuan ekonominya menengah ke bawah. Ada yang petani, nelayan, buruh, honor, pedagang, dan lain-lain.
“Untuk berangkat haji, mereka sudah menabung bertahun-tahun. Belum lagi, mereka harus menunggu antrian puluhan tahun. Nah, kalau diminta membayar Bipih (ongkos haji) sebesar 69 juta, apa itu adil? Bukankah jamaah tahun-tahun sebelumnya juga telah menggunakan nilai manfaat dari simpanan mereka?” pungkasnya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"