KONTEKS.CO.ID – Ketua BEM KM Universitas Gadjah Mada atau UGM Gielbran Muhammad Noor menegaskan bahwa kritik terhadap Presiden Joko Widodo adalah tanggungjawab moral seorang adik untuk mengingatkan seorang kakak.
Momentum saat ini sangat penting untuk melakukan kritik, dan BEM UGM telah sepakat menobatkan Jokowi sebagai alumnus paling memalukan.
“Ini wujud akumulasi kekecewaan temen-temen di UGM, kenapa karena bagaimana pun beliau (Jokowi) keluarga besar alumni kita, kami merasa kita punya tanggungjawab moral sebagai seorang adik mengingatkan seorang kakak,” kata Gielbran dalam keterangan yang dikutip pada Minggu 10 Desember 2023.
Menurut Gielbran bahwa sampir 10 tahun Jokowi memimpin, masih banyak persoalan fundamental bangsa yang belum terselesaikan. Bahkan, saat ini justu makin parah lagi.
“Kami merasa cukup banyak persoalan fundamental yang belum terselesaikan secara tuntas. Justru sekarang makin parah,” katanya.
Mulai dari apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi, putusan MKMK yang menyatakan hampir semua hakim bersalah dalam putusan yang ujungnya meloloskan Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra Presiden Jokowi untuk bisa maju jadi calon wakil presiden.
“Putusan MKMK yang menyatakan bahwa hampir semua hakim MK bersalah merupakan wujud nyata. Kedua, bila kita melihat indeks persepsi korupsi, dari tahun 2012-2022 itu naik sebesar dua point. Bila kita berkaca dalam waktu yang dekat-dekat ini, justru pemimpin KPK menjadi pelaku kriminal,” katanya tegas.
“Belum lagi berbicara berbagai polemik yang ada di KPK. Kami merasa cukup memprihatinkan. Juga terkait dengan demokrasi, ada wujud kriminalisasi yang nyata,” ujarnya lagi.
Kata Istana Terkait Jokowi Alumnus Paling Memalukan
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Joanes Joko menyampaikan apresiasi dari mahasiswa UGM terhadap pemerintahan Presiden Jokowi.
“Apalagi tadi yang disampaikan Gielbran sebagai bentuk sikap adik mengingatkan kepada kakaknya,” ujar Joanes.
Namun, dia ingin agar mahasiswa juga melihat dan berfikir secara adil. Banyak yang telah dilakukan Presiden Jokowi untuk bangsa ini selama memimpin hampir 10 tahun ini.
“Tapi jangalah kemarau setahun dihapus hujan sehari. Jangan apa yang telah dilakukan Presiden Jokowi selama 9 tahun dengan berbagai hal yang sudah dilakukan dengan pemerataan pembangunan dengan insfrastruktur, bagaimana Presiden Jokowi memimpin bangsa ini melalui krisis luar biasa. Juga bagaimana bangsa ini masih diperhitungkan di dunia internasional, dan mengatasi krisis geopolitik, itu adalah capaian-capaian yang kita harus fair, harus adil. Adil dalam berpikir, adil dalam bertindak,” katanya.
Diakui Joanes, bahwa dalam kebijakan-kebijakan tertentu ada yang tidak sesuai dalam pikiran mahasiswa. Tapi, dia meminta mahasiwa lebih fair, lebih adil, dan tidak mengeneralisir.
“Tidak tepat juga dalam proses yang panjang ini lalu ketika ada satu kebijakan yang tidak sesuai lalu kebijakan ini mengenaralisir. Tadi kritiknya itu alumni paling memalukan. Tidak kok, beliau sampai hari ini masih terus berupaya melakukan berbagai hal termasuk juga indeks korupsi kalau kita lihat deltanya dari 2012, bahwa ada ketidaksempuranaan, ya ini proses yang bersama-sama kita kawal untuk menjadi bangsa yang lebih baik,” katanya.
MK Menurunkan Legitimasi Pemilu 2024
Gielbran kembali menegaskan bahwa mahasiswa tidak pernah melupakan keberhasilan yang telah dilakukan Presiden Jokowi. Tapi ada hal yang juga secara fair harus diakui yang itu justru masalah yang fundamental.
Terutama juga terkait dengan pemilu 2024, apa yang terjadi di MK telah mencederai demokrasi. Hal ini kemudian yang memunculkan rasa tidak percaya mahasiswa terkait dengan proses pemilu 2024.
“Jangan sampai demokrasi kita dicederai. Karena merasa ada semacam trust isu yang tumbuh di ekosistem kita mahasiswa terhadap pemilu 2024,” katanya.
Gielbran kemudian mencontohkan bagaimana putusan MK, putusan MKMK dan hakim MK Anwar Usman yang bersalah dan diputus melakukan pelanggaran etik berat.
“Mulai dari putusan MK, putusan MKMK, dan bermasalahnya hakim MK, meski Anwar Usman nanti tidak akan ikut dalam putusan terkait pemilu, tapi ini menurunkan legitimasi dari pemilu 2024 nanti,” katanya.
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"