KONTEKS.CO.ID – Penolakan konser Coldplay di Indonesia kian meningkat menjelang konsernya pada tanggal 15 November mendatang.
Salah satu kelompok yang menolak konser Coldplay adalah GERANATI (Gerakan Nasional Anti LGBT) yang terdiri dari tokoh agama dan anggota dari Persaudaraan Alumni (PA) 212.
Mereka menyatakan bahwa konser Coldplay kerap mengkampanyekan dukungan kepada komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) dalam konser mereka.
Potensi Konser Coldplay Batal
Pengamat musik, Rio Jo Werry, menyatakan dalam beberapa konser Coldplay di sejumlah negara dengan mayoritas muslim, memang terjadi penolakan terkait isu LGBT.
Kendati demikian, menurut Rio, Coldplay merupakan grup musik yang sudah terkenal di industri musik internasional, sehingga bisa mengerti audiens sesuai dengan tempat mereka manggung.
GERANATI mengatakan bahwa tuntutan mereka untuk menjaga nilai-nilai Pancasila, terutama khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah alasan mereka menolak konser tersebut.
Mereka tidak benci terhadap musik, apalagi melarang musik atau melarang konser di Indonesia, tetapi mereka ingin jaminan agar konser tersebut tidak membawa kampanye LGBT.
Tuntutan GERANATI ini juga tidak muncul sekarang saja, tetapi sudah di upayakan sejak lama dan telah meminta beberapa pihak terkait untuk dapat memberikan kepastian tidak ada kampanye LGBT di konser Coldplay. Namun, sampai saat ini belum ada jawaban yang jelas dari penyelenggara.
Jika gelombang penolakan ini terus meningkat dan konser Coldplay akhirnya di batalkan, maka dapat membawa dampak negatif bagi industri hiburan di Indonesia.
Menurut pengamat musik, Aris Setyawan, konser seperti ini tidak hanya memberikan hiburan bagi para penikmat musik, namun juga berbicara tentang ekonomi kreatif dan uang yang tidak sedikit nominalnya.
Selain itu, artis dan grup musik internasional bisa trauma dan memandang Indonesia sebagai tempat yang tidak aman untuk menggelar konser.
Namun, jika konser ini tetap dilangsungkan dan paksaan GERANATI untuk menolak konser gagal, maka dapat menghasilkan imunitas dalam industri musik.
Pihak promotor dan kepolisian perlu melakukan konsolidasi bersama ormas penolak dan mencari titik temu untuk menanggapi penolakan ini tidak dengan cara-cara intoleran.
Sebagai negara yang memiliki ideologi Pancasila, Indonesia sebaiknya menunjukkan toleransi dan kesetaraan adalah nilai yang sangat di hormati dan di hargai.
Coldplay bukanlah satu-satunya grup musik yang menghadapi penolakan atau boikot dalam konser mereka.
Sebelum Coldplay sudah ada Lady Gaga
Sebelumnya, Lady Gaga juga mengalami hal yang sama dan harus membatalkan konsernya di Indonesia karena dinilai menampilkan hal vulgar dan tidak sesuai norma.
Sebagai penggemar musik yang seharusnya mempertemukan nilai-nilai yang berbeda, kita perlu memerangi prasangka dan memperjuangkan kesetaraan hak asasi manusia.
Konser Coldplay di Indonesia adalah momen bagi kita untuk menghargai perbedaan dan menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang toleran dan inklusif.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"