KONTEKS.CO.ID – Tanggal 1 Oktober 1965 akan selamanya dikenang dalam sejarah Indonesia sebagai hari yang kelam dan tragis.
Pada malam itu, terjadi peristiwa yang dikenal sebagai Gerakan 30 September, yaitu pemberontakan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan penculikan dan pembunuhan sejumlah jenderal Angkatan Darat (AD).
Namun, sebelum peristiwa kelam ini terjadi, ada beberapa peringatan penting akan terjadinya serangan yang telah diabaikan.
Catatan Sang Rektor: “Awan Tebal di Langit”
Sebelum peristiwa tersebut, pada 27 September 1965, Jenderal Ahmad Yani memberikan ceramah di Seminari Tinggi Ledalero Flores. Saat itu, Sang Rektor, Nicholas Bowman, merasa perlu memberikan peringatan kepada Yani mengenai situasi politik yang genting.
Ia menggambarkan situasi seperti “awan tebal di langit” dan mengatakan bahwa “topan pasti akan segera datang”. Namun, Yani merespons dengan optimisme dan yakin bahwa mereka akan mengatasi PKI.
Peringatan dari Brigjen Sudono
Pada tanggal 28 September, Brigjen Sudono, seorang mantan atase militer di Peking, China, memberitahu Mayjen MT Haryono tentang informasi yang ia terima.
Sudono memberi tahu bahwa akan ada penculikan beberapa jenderal AD dalam “satu dua hari ini” dan mengatakan bahwa Haryono juga menjadi salah satu sasaran. Sayangnya, Haryono tidak menganggapnya serius.
Laporan dari Brigjen Sugandi
Sehari setelah peringatan dari Sudono, Brigjen Sugandi, seorang yang dekat dengan Presiden Sukarno, memberitahu Ahmad Yani bahwa tokoh PKI DN Aidit dan Sekjen PKI Sudisman telah menyatakan niat mereka untuk “menindak Dewan Jenderal” pada tanggal 30 September 1965.
Sugandi berusaha menemui Yani secepat mungkin untuk memberi tahu, tetapi kesulitan menemui Yani secara langsung.
Akhirnya, melalui telepon, Yani hanya merespons dengan keraguan dan menganggap pernyataan Aidit dan Sudisman sebagai provokasi semata.
Pengabaian Berujung Fatal
Pengabaian atas peringatan-peringatan ini akhirnya menjadi fatal. Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, Pasukan Pasopati, yang terdiri dari 250 anggota Cakrabirawa menculik dan membunuh para jendral AD.
Pasukan ini menyatroni kediaman Jenderal Ahmad Yani, Mayjen MT Haryono dan Brigjen DI Panjaitan. Mereka gugur di kediamannya masing-masing.
Jenderal Yani gugur setelah ditembak oleh lima peluru dari anggota Pasukan Pasopati.
Selain itu, jendral-jendral lain yang menjadi target dan antaranya Mayjen Raden Suprapto, Mayjen Siswondo Parman, Brigjen Sutoyo Siswomiharjo. Pasukan menculik mereka dan membawanya ke Lubang Buaya.
Di sisi lain, Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil selamat meskipun mengalami luka di kakinya.
Namun, putrinya, Ade Irma Suryani beserta ajudannya yang bernama Letnan Satu Pierre Andreas Tendean, tewas setelah tertembak oleh Pasukan Pasopati, peluru-peluru itu menembus tubuh mereka.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"