KONTEKS.CO.ID – Pada tanggal 30 September 1965, Indonesia mengalami terjadinya sebuah peristiwa tragis.
Sejumlah jenderal Angkatan Darat (AD) menjadi korban penculikan dan pembunuhan dalam peristiwa yang dikenal dengan nama G30S PKI (Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia).
Di balik peristiwa ini, terdapat perseteruan politik antara tokoh PKI, Dipa Nusantara (DN) Aidit, dan Jenderal Ahmad Yani sebagai pemimpin AD.
Perseteruan Politik yang Meruncing
Salah satu faktor penyebab utama dalam runtutan peristiwa G30S PKI adalah adanya perseteruan politik antara DN Aidit dan Jenderal Ahmad Yani.
Aidit memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang politik dan kepemimpinan dari Ahmad Yani, bahkan sampai menganggapnya sebagai seorang borjuis.
Konfrontasi Politik yang Berlanjut
Perseteruan antara Aidit dan Yani tidaklah baru. Hal ini telah berlangsung sejak lama sebab Aidit menganggap bahwa tindakan politiknya selalu mendapat hambatan dari AD yang dipimpin oleh Ahmad Yani.
Salah satu konflik awal yaitu terkait dengan penggunaan anggaran militer setelah Operasi Trikora pembebasan Irian Barat yang selesai pada tahun 1963.
PKI yang saat itu di bawah komando Aidit, menuduh AD telah memboroskan anggaran dan menyebabkan negara menghadapi masalah keuangan yang serius.
Namun, tudingan tersebut dibantah oleh Ahmad Yani. Kemudian ia membalas serangan Aidit.
“Walaupun ada 10 Aidit tak akan bisa memperbaiki ekonomi kita,” ucap Ahmad Yani saat itu.
Aidit dan Angkatan Kelima
Tantangan terbuka Aidit terhadap AD semakin berani ketika konfrontasi dengan Malaysia terjadi.
Aidit dengan tegas menyuarakan perlunya persenjataan massa buruh dan petani atau yang ia sebut sebagai ‘Angkatan Kelima’.
Alasannya adalah bahwa persenjataan petani akan memungkinkan Indonesia menghadapi neokolonialisme dan imperialisme yang terus memperkuat tentaranya di Malaysia.
Maksud Tersembunyi Aidit
Namun, Aidit tidak mengungkapkan maksud sebenarnya. Dengan menciptakan ‘Angkatan Kelima’, PKI akan memiliki kekuatan bersenjata independen, sesuatu yang mereka tidak miliki saat bersaing untuk pengaruh politik dengan AD.
Respon Hati-hati Ahmad Yani
Ahmad Yani bertindak dengan sangat hati-hati dalam menghadapi tuntutan Aidit untuk ‘Angkatan Kelima’.
Yani menugaskan tim Staf Umum AD (SUAD) yang terdiri dari lima jenderal untuk memeriksa proposal ini.
Tim SUAD mendapatkan kesimpulan bahwa ‘Angkatan Kelima’ tidak diperlukan karena negara telah memiliki pertahanan sipil atau hansip yang dapat menampung semua kegiatan bela negara.
Peringatan yang Terabaikan
Yani sebenarnya telah menerima beberapa peringatan terkait ancaman penculikan terhadap dirinya dan jenderal-jenderal lainnya.
Peringatan datang dari sejumlah orang di antaranya Nicholas Bowman, seorang rektor Seminari Tinggi Ledalero Flores. Dia merasa perlu memberikan peringatan kepada Yani mengenai situasi politik yang genting.
Pada 28 September, Brigjen Sudono, seorang eks diplomat militer di Peking, Cina, memberi tahu Mayjen MT Haryono. Sudono menyampaikan bahwa beberapa jenderal AD akan diculik dalam “sehari atau dua hari ke depan”. Dia menyebutkan, Haryono juga akan menjadi salah satu target. Sayangnya, Haryono tidak mengambilnya dengan serius.
Satu hari setelah peringatan dari Sudono, Brigjen Sugandi, seorang yang dekat dengan Presiden Sukarno, menginformasikan kepada Yani jika tokoh-tokoh PKI berniat untuk “melakukan tindakan terhadap Dewan Jenderal” pada tanggal 30 September 1965.
Sugandi berusaha secepatnya untuk bertemu dengan Yani untuk memberi tahu, tetapi menghadapi kesulitan.
Akhirnya, melalui percakapan telepon, Yani hanya merespons dengan ragu dan menganggap pernyataan Aidit dan Sudisman sebagai upaya provokasi semata.
Blunder Ahmad Yani dan Tragedi G30S PKI
Yani yang meremehkan peringatan ancaman dari Aidit dan PKI, akhirnya menjadi blunder fatal yang menyebabkan pecahnya tragedi G30S PKI.
Hal ini menyebabkan pengamanan yang seharusnya ditingkatkan menjadi longgar, dan tidak ada tindakan preventif yang diambil untuk menghadapi ancaman PKI.
Sejumlah jenderal tinggi AD akhirnya gugur di kediamannya dan beberapa yang lain ditemukan di lokasi Lubang Buaya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"