KONTEKS.CO.ID – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyinggung sikap berpolitik Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra Prabowo Subianto yang tidak taat aturan saat menggelar deklarasi di Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Bahkan hal ini telah dilaporkan ke Bawaslu RI.
“Kita ini berpolitik dengan mentaati aturan main. Kita menjadi presiden itu mengambil sumpah untuk melaksanakan konstitusi dan perundang-undangan dan seterusnya,” kata Hasto di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis, 17 Agustus 2023.
Menurut Hosta, bila saat proses pilpres saja saja sudah melanggar, bagaimana nanti saat telah memimpin. Kata Hasto kejadian ini harus menjadi pelajaran. Pimpinan partai politik harus mengetahui aturan, apalagi dengan tempat sakral dan bersejarah yang sesuai aturan dilaran jadi tempat kegiatan politik.
“Sangat disesalkan, PDI Perjuangan berharap ini jadi pelajaran yang baik untuk kita. Tidak menggunakan tempat-tempt yang sakral, tempat-tempat yang sangat bersejarah untuk politik praktis,” katanya.
Menurut Hasto, Museum Perumusan Naskah Proklamasi harus tetap dijadikan sebagai tempat untuk semua, menggelorakan semangat kemerdekaan Indonesia bagi segala bangsa bukan dan tidak digunakan bagi kepentingan-kepentingan kekuasaan.
Katanya, sangat disayangkan saat diklarasi disampaikan keinginan untuk berkuasa. Dan Museum Perumusan Naskah Proklamasi harus menjadi tempat melakukan perenungan untuk semangat bagi Indonesia maju dan keberadapan.
Hasto Kristiyanto menjadi inspektur Upacara HUT ke-78 RI di Sekolah Partai, Jalan Raya Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Ratusan kader dan anggota dari organisasi sayap PDI Perjuangan ikut dalam kegiatan upacara ini.
Hasta kemudian membacakan amanat Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Megawati, kata Hasto, meminta semua anak bangsa melihat pemimpin dari karakter. Sebab, karakter itulah yang membuat pemimpin bisa disayang rakyat.
“Mengapa Ibu Mega selalu menegaskan bahwa melihat pemimpin itu ketika turun, apakah rakyat antusias, apakah ada rakyat yang secara spontan memberikan dukungan dan kemudian apa ada euforia? Melihat pemimpin itu dari bobot, bibit, bebet, dari keluarganya, dari kapasitas kepemimpinannya, dari moralitasnya, dari getaran kemanusiaan dalam dirinya apakah pemimpin ini mampu merawat kehidupan atau justru sebaliknya,” katanya mengingatkan pesan Megawati.
Dia dalam amanatnya juga mengatakan perlunya semua pihak melihat seorang pemimpin yang berwatak jujur karena hal itu bisa menjadi dasar memajukan Indonesia.
Dia kemudian menyinggung tentang kisah pewayangan ketika tokoh pemimpin Pandawa, Yudhistira yang memiliki watak jujur.
“Pemimpin ini harus menunjukkan watak yang jujur, tidak ada pemimpin negara-negara yang kemudian bohong, pemimpin itu jujur sebagai watak yang paling elementer karena itulah dalam cerita wayang, pemimpin Pandawa itu sosok Yudhistira yang jujur, yang bersih, bahkan digambarkan darahnya putih, saking jujurnya,” ujarnya.
Dia mengatakan seorang pemimpin tidak boleh berbohong dan memanipulasi angka-angka hanya untuk kepentingan elektabilitas. Oleh karena itu, kata Hasto, momen HUT ke-78 RI sebaiknya dipakai semua anak bangsa untuk bisa menghasilkan sosok pemimpin berwatak jujur.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"