KONTEKS.CO.ID – Proyek lumbung pangan nasional atau food estate, pertama kali dicek Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Kamis, 9 Juli 2020. Lokasinya di Desa Bentuk Jaya, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.
Saat itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertolak ke Kalimantan Tengah dengan dampingi oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Ikut mendapingi juga Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Bupati Kapuas Ben Brahim S. Bahat.
Saat melakukan peninjauan lahan-lahan yang akan menjadi lumbung pangan nasional, Jokowi melakukan diskusi dengan para menteri terkait dengan pengembangan kawasan lumbung pangan tersebut. Letaknya di sebuah gubuk dekat dari lokasi peninjauan.
Kata Presiden Jokowi, lumbung pangan baru di Kabupaten Kapuas direncanakan menempati lahan potensial seluas 20.704 hektare. Presiden Jokowi menyampaikan bahwa leading sector proyek lumbung pangan ini adalah Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Secara keseluruhan, terdapat kurang lebih 165.000 hektare lahan potensial di Kalimantan Tengah yang diperuntukkan bagi pengembangan kawasan lumbung pangan nasional tersebut. Saat ini lahan seluas 85.500 hektare dari jumlah keseluruhan itu merupakan lahan fungsional yang sudah berproduksi tiap tahunnya.
Ditegaskan oleh Presdien Jokowi, lumbung pangan merupakan program strategis yang menyangkut cadangan pangan nasional. Koordinasi dilakukan dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam menjalankan tugasnya.
Sejak awal proyek ini diluncurkan, ada persoalan terkait dengan kejelasan posisi TNI. Terutama tentang Undang-Undang No.34 Tahun 2004 tentang TNI. Padahal, TNI tidak dapat dimobilisasi dalam program lumbung pangan nasional ini.
Lantaran di Pasal 7 ayat (2) disebutkan tentang tugas pokok TNI yang dibagi atas dua, yaitu operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang.
Tapi dalam penjabaran operasi militer selain perang, tidak disebutkan adanya peran TNI dalam urusan pangan.
Banyak pertanyaan muncul, apakah ini akan mengganggu tugas pokok TNI, dan apakah proyek lumbung pangan ini akan membawa kembali militer dalam urusan-urusan yang terkait dengan sipil.
Menurut Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute, Arfianto Purbolaksono, jangan sampai program lumbung pangan nasional disekuritisasi dan diartikan sebagai pintu masuk kembali militer ke gelanggang supremasi sipil.
Selain itu, akan lebih tepat jika urusan pangan diserahkan ke kementerian pertanian atau terkait lainnya.
“Sekali lagi, posisi dan fungsi Kemenhan, termasuk TNI juga perlu diperjelas sejak awal. Pasalnya jika benar militer akan kembali ke gelanggang ranah dan supremasi sipil, hal ini akan menjadi sebuah kemunduran,” katanya.
Hasto Kristianto menyampaikan pernyataan yang membuat publik terkejut terkait dengan proyek food estate yang digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai proyek yang menjadi bagian dari kejahatan lingkungan.
Hasto Kristiyanto menyampaikan peringatan keras apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo itu sebagai sesuatu yang menyalahi aturan. Menurut Hasto, PDI Perjuangan memberi catatan terkait dengan upaya yang telah dilakukan oleh Presiden Jokowi dalam membangun food estate.
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto menanggapi temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait dana Rp1 triliun mengalir ke partai politik dari tindak pidana kejahatan lingkungan. Dia mendorong temuan itu diproses secara hukum.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"