KONTEKS.CO.ID – Prosedur tetap penggunaan gas air mata menjadi sorotan dalam tragedi maut di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022. Sesuai regulasi FIFA, untuk mengontol kerumunan, petugas keamanan dilarang menggunakan gas air mata.
Dalam ataruan FIFA, Stadium Safety and Security Regulations masuk dalam Pasal 19 b. Tertulis ‘No firearms or “crowd control gas” shall be carried or used’ atau senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan dilarang dibawa serta digunakan.
Dalam tragedi maut itu, setidaknya berdasarkan catatan kepolisian, sudah 125 orang dinyatakan meninggal. Puluhan jenazah belum dapat diidentifikasi, belasan masih dalam kondisi luka berat dan ratusan orang lainya mengalami luka-luka ringan.
Sadar bahwa penggunaan gas air mata sudah menjadi sorotan atas kejadian di Stadion Kanjuruhan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang secara khusus diperintahkan Presiden Jokowi untuk melakukan investigasi dan mengusut tuntas tragedi ini, memastikan akan mendalami penerapan prosedur tetap atau protap dalam penggunaan gas air mata dalam tragedi Kanjuruhan.
“Tim tentunya akan mendalami terkait prosedur dan tahapan-tahapan yang dilakukan satgas atau tim pengamanan yang melakukan tugas saat pelaksanaan pertandingan,” ujar Kapolri Jenderal Listyo Sigit di Malang, Minggu, 2 Oktober 2022.
Dijelaskan Kapolri, tahapan dalam penerapan prosedur pengamanan di Stadion Kanjuruhan terutama penggunaan gas air mata akan menjadi fokus audit oleh tim yang telah disiapkan. Berbagai kemungkinan dan informasi yang ada, termasuk upaya penyelamatan para pemain dari amukan suporter juga menjadi salah satu yang akan didalami.
Seluruh hal, secara mendetail menurut Kapolri akan didalami. Dan seluruh proses itu, yang merupakan bagian besar dalam proses pengamanan pertandingan merupakan proses dari investigasi yang bakal dilakukan.
Pemeriksaan akan dilakukan mulai dari penyelenggara, pihak pengamanan, dan pihak-pihak terkait lain secara keseluruhan. “Ini menjadi satu bagian yang akan kita investigasi secara tuntas, baik dari penyelenggara, pengamanan, dan pihak-pihak yang memang perlu kita lakukan pemeriksaan,” kata Kapolri.
Dengan dilakukannya investigasi secara menyeluruh, diharapkan dapat diketahui gambaran yang jelas terkait tragedi Kanjuruhan ini. Tentu saja, nantinya siapa yang harus bertanggung jawab dalam kejadian ini.
Pada tahapan awal, tim Disaster Victim Investigation (DVI) dari Mabes Polri telah diterjunkan ke lokasi kejadian. Tentu akan memeriksa dan memastikan data dan identitas seluruh korban meninggal. Juga melakukan pendalaman dan investigasi secara tuntas.
Bukti-bukti di lokasi kejadian, mulai dari rekaman closed circuit television atau CCTV sampai keterangan saksi-saksi mulai dikumpulkan.
PSSI Hanya Pikir Untung
Masyarakat Sepak Bola Indonesia (MSBI) meminta seluruh stakeholder sepak bola berkolaborasi dan bersinergi dalam mengawal dan mengusut tuntas peristiwa tragis sepak bola ini. Diduga ada kelalaian PSSI, dan mendesak Ketum dan Sekjen PSSI bertanggung jawab.
MSBI menilai tragedi Kanjuruhan dikarenakan konsep sepak bola dibangun selama ini hanya memikirkan keuntungan semata atau komersil. Tanpa memikirkan keselamatan penonton. Karena itu, lakukan evaluasi total PSSI dan Penyelenggara Liga Indonesia Baru (LIB).
Prosedur Mitigasi Kerusuhan Diabaikan
Ombudsman Perwakilan Jawa Timur memastikan ada prosedur mitigasi kerusuhan yang diabaikan, sehingga menyebabkan tragedi maut terjadi usai laga Arema FC vs Persebaya.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur, Agus Muttaqin mengatakan, secara bersama, mitigasi kerusuhan itu diabaikan oleh panitia pelaksana (Panpel), PT LIB dan juga pihak kepolisian yang mengamankan jalannya pertadingan. RKK juga mengatur tentang upaya pencegahan atau mitigasi atas potensi terjadinya kerusuhan yang menimbulkan jatuhnya korban.
“Harusnya tetap merujuk pada Regulasi Keselamatan dan Keamanan (RKK) PSSI 2021. Sesuai Pasal 1 huruf 2 RKK, disebutkan bahwa aturan itu untuk memastikan keselamatan dan keamanan di dalam dan sekitar stadion, baik sebelum, selama, dan setelah pelaksanaan pertandingan atau kompetisi,” ujar Agus.
Karena itu, panitia pelaksana atau panpel dari Arema, PT Liga Indonesia Baru atau LIB sebagai operator pertandingan, dan pihak kepolisian, menjadi lembaga yang secara bersama-sama dapat diminta pertanggungjawaban atas tragedi maut ini.
Dari temuan sementara, terungkap bahwa ada mitigasi pencegahan kerusuhan yang tidak dijalankan, baik oleh panpel, PT LIB, dan kepolisian. Temuan itu mengarah pada potensi maladministrasi sesuai UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,” ujar Agus.
Fakta-fakta yang menyalahi prosedur
Sejumlah catatan penting terkait diabaikan dan juga dilanggarnya prosedur menjadi kemungkinan penyebab terjadinya kerusuhan.
1. Panpel Salahi Prosedur
Panpel dianggap menyalahi prosedur dengan menolak permohonan kepolisian untuk membatasi pencetakan tiket menjadi 38.054 tiket, dari total kapasitas stadion 42.500 penonton.
Saran polisi itu merujuk pada Pasal 48 RKK yang mewajibkan pansel berkonsultasi dengan kepolisian terkait jumlah penonton.
2. Kententuan Satgas Covid-19 Dilanggar
PSSI juga mewajibkan pengisian hanya 75 persen dari total kapasitas stadion, mengingat anggapan BNPB dan Satgas Covid-19, bahwa Indonesia belum aman dari pandemi.
3. Tidak Ada Layanan Kedaruratan
Panpel tidak memberi layanan kedaruratan sesuai Pasal 47 RKK, yakni dengan mengabaikan kewajiban penyediaan sarana evakuasi meliputi sistem peringatan bahaya, pintu keluar darurat, jalur evakuasi, dan tangga darurat/ kebakaran, apabila terjadi keadaan darurat.
4. Informasi Jalur Evakuasi Tidak Ada
Informasi jalur evakuasi dan titik kumpul juga tidak terinformasi secara baik kepada penonton. Itu tergambar dari banyaknya korban yang terinjak-injak dan kekurangan oksigen. Korban berebut menuju pintu keluar ketika tidak tahan dengan semprotan gas air mata polisi.
5. Pendataan Penonton Diabaikan/ Tiket Dijual Lewat Calo
Panpel mengabaikan identitas penonton dalam penjualan tiket. Diduga kuat, dalam penjualan tiket lewat jasa pihak ketiga (calo), karena itu petugas mengabaikan kartu identitas calon penonton.
Karena itu, banyak korban tewas ditemukan tidak membawa satupun identitas. Petugas medis kesulitan mengidentifikasi identitas sekitar 25 jenazah korban kerusuhan.
6. Saran Memajukan Jam Pertandingan Diabaikan
PT LIB jelas tidak mengantisipasi potensi kerusuhan dengan mengabaikan masukan kepolisian untuk memajukan jadwal pertandingan. Dari jam 20.00 menjadi 15.30 WIB. Padahal, derby serupa antara Persija vs Persib, bisa dan disetujui dimajukan daril malam menjadi sore.
7. Rating Televisi Diduga Alasan Penolakan Jadwal Dimajukan
Tidak diketahui alasan penolakan memajukan jadwal pertandingan di sore hari. Diduga terkait jadwal hak siar dan pertimbangan rating televisi yang menyiarkan pertandingan.
8. PT LIB Tidak Menghitung Risiko Pertandingan
PT LIB dianggap kurang menghitung secara matang dampak atas pertandingan berisiko tinggi, yaitu derby Jawa Timur yang tetap diadakan di Pulau Jawa.
9. Layanan Keamanan Menyalahi Ketentuan
Pelayanan pengamanan pihak Kepolisian diduga menyalahi ketentuan dan standar FIFA. Sesuai Perkapolri No 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, polisi memang bisa menggunakan semprotan gas air mata untuk membubarkan kerumunan agar berurai ke segala arah.
Tapi tidak bisa digunakan di dalam stadion, yang tertutup dan terbatas dengan pintu keluar. Selain itu, sesuai ketentuan Pasal 19 FIFA Stadium Safety and Security disebutkan pelarangan penggunaan gas air mata dan senjata api, bahkan dilarang dibawa masuk ke dalam stadion.
10. Polisi Kurang Mengantisipasi Potensi Kericuhan
Polisi kurang mengantisipasi potensi kericuhan dengan memunculkan simbol “Surabaya” di sekitar stadion, yakni dengan menggunakan rantis atau truk polisi bertuliskan Polrestabes Surabaya yang mengangkut official dan pemain Persebaya menuju stadion.
Ada Pelanggaran HAM
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyampaikan, hingga rilis ini diterbitkan, KontraS mencatat terdapat lebih dari 174 orang tewas dan puluhan orang luka-luka atas peristiwa tersebut.
Melalui video yang beredar, terlihat aparat melakukan tendangan dan pemukulan. Diperparah dengan adanya penembakan gas air mata, yang semakin memperburuk situasi.
“Atas peristiwa tersebut kami menilai telah terjadi dugaan pelanggaran hukum dan HAM,” kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti dalam keterangan tertulis, Minggu 2 Oktober 2020.
Karena itu, perlu ditelusuri lebih dalam terhadap ketentuan dan penerapan prosedur keselamatan dan kemanan PSSI yang antara lain mengatur tentang kapasitas stadion, penempatan personel keselamatan dan keamanan, jalur akses dan perambuan, pembatasan pergerakan penonton, pengusiran dan pelarangan masuk.
Serta yang berkaitan dengan rencana keselamatan dan keamanan, penilaiain resiko stadion, rencana kontigensi dan rencana darurat. Tentunya ketentuan ini perlu dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan aparat terkait.
Lalu siapa yang harus bertanggung jawab dalam tragedi maut ini?***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"