KONTEKS.CO.ID – Pengurus Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) angkat suara terkait penyerangan dan perusakan rumah ibadahnya.
Seperti publik ketahui, kasus penyerangan dan perusakan GPIB Taman Harapan di Cawang, Jakarta Timur terjadi pada Senin, 24 Juni 2024 lalu.
Pihak GPIB pun mengklarifikasi berita-berita yang simpang siur terkait penyerangan dan perusakan gereja usai videonya viral di media sosial.
Ketua Umum Majelis Sinode GPIB, Pendeta Paulus Kariso Rumambi mengatakan, pihaknya meluruskan berita-berita yang beredar dan menyebut kejadian penyerangan merupakan bentrokan antar jemaat.
Paulus menyebut, tidak ada aksi serangan balik oleh jemaat GPIB saat kejadian. Justru, penyerangan dilakukan oleh massa yang diduga dari jemaat jemaat Gereja Anugerah Bentara Kristus (GABK).
Pihaknya, kata Paulus, merupakan pemilik sah aset gedung gereja tersebut. Dia pun memperlihatkan sertifikat hak milik (surat keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 22/DDA/1969/D/13).
“Kami nyatakan kembali, gedung gereja yang berada di Cawang itu sepenuhnya memang milik GPIB dan ada sertifikatnya di sini lengkap, asli bukan milik siapa-siapa, atas nama GPIB,” ujarnya dalam konferensi pers di Wisma GPIB Immanuel, Jakarta Pusat, Jumat 5 Juli 2024.
Paulus menyebut, pihaknya memberi toleransi dan mengizinkan jemaat gereja GBAK beribadah di tempat mereka dengan cara mengajukan permohonan resmi.
Sebagai informasi, jemaat GABK dan GPIB selama ini melakukan ibadah di gereja yang sama dengan waktu yang bergantian.
Pihak GPIB baru melarang beribadah di tempat yang sama usai jemaat GBAK memasang papan nama dan jadwal ibadah di depan gedung GPIB.
Pasalnya, kata Paulus, hal itu merupakan upaya penyerobotan serta tidak mengindahkan status GBIP sebagai pemilik aset.
Setelah itu, jemaat GPIB mendapat serangan berupa perusakan pintu gereja, lemparan batu dan pecahan kaca oleh puluhan massa.
Ketua Majelis Jemaat GPIB Taman Harapan, Pendeta Ruth Susana Tengker-Kamau menjelaskan, yang terjadi bukanlah konflik seperti yang beredar di media massa.
Justru, kata dia, yang terjadi adalah penyerangan. Lantaran itu, tidak ada perlawanan dari pihak jemaat GPIB Taman Harapan.
Saat penyerangan, di gereja terdapat jemaat dari kalangan ibu-ibu dan anak-anak yang hendak menggelar ibadah Doa Malam.
“Kami dengar pintu itu seperti didobrak. Ada yang melempari pintu gereja. Bahkan (terdengar) botol, batu, itu dilempar ke arah gedung gereja,” terangnya.
“Massa membawa benda tajam, benda tumpul dalam artian balok. Jadi gereja diserang dari luar. Kami dari dalam tidak bisa melihat. Kami hanya bisa melihat hasil rekaman,” sambungnya.
Sementara, terkait pelanggaran ketentuan waktu pemakaian gedung GPIB tidak pernah melanggar.
Ruth menyebut, pihaknya justru mempersilakan jemaat GABK yang menumpang beribadah di gedung tersebut.
Dia menuturkan, sebelum penyerangan terjadi pihaknya telah mendapat upaya intimidasi yang diduga dari oknum jemaat GABK.
Intimidasi tersebut berupa, pemutusan kamera CCTV dan pemasangan plang GABK tanpa izin pada Minggu, 23 Juni 2024.
“Mereka buka saklarnya, mereka potong kabel tunggal (CCTV). 10 kali CCTV kami dirusak,” ujarnya.
Ruth mengatakan, pihak sudah berupaya melakukan upaya damai. Namun, dalam perjalanannya ketika gedung gereja dinyatakan juga milik GABK menjadi sulit.
Ruth menegaskan, pihaknya memilih menyelesaikan masalah tersebut secara hukum dan adil.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"