KONTEKS.CO.ID – Mahasiswa berprestasi banggakan Merah Putih. Anak muda Indonesia kembali berbicara di panggung dunia.
Tiga mahasiswa Prodi Teknik Sipil ITB yang tergabung dalam Tim Yamato berhasil menyabet juara 2 Nanyang Technological University (NTU) Bridge Design Competition 2023.
NTU Bridge Design Competition merupakan ajang tahunan yang diadakan oleh NTU CEE Student Club. Kompetisi ini untuk membekali peserta dengan pengalaman dalam hal desain struktur jembatan yang tidak hanya efisien, tapi juga memenuhi aspek keberlanjutan bagi lingkungan.
Tahun ini, NTU Bridge Design Competition mengusung tema “Bridging Accessibility, Enhancing Sustainability, Empowering Possibility”.
Tim Yamato yang terdiri dari tiga mahasiswa Prodi Teknik Sipil, yaitu Elga Arsia Ikram Ramdani (15020110), Rizky Wahyu Kusuma (15020107), dan Kevin Lemmuel Salim (15020133), berhasil lolos ke babak final setelah unggul di babak preliminary dengan menyisihkan tim-tim lain dari berbagai negara.
Pada babak preliminary, desain jembatan yang dirancang oleh peserta dinilai berdasarkan efisiensi biaya pembangunan, emisi karbon yang dihasilkan, serta rasio antara beban dengan kapasitas yang mampu ditanggung jembatan.
Di babak final, peserta diberikan studi kasus kawasan yang membutuhkan jembatan sebagai penunjang konektivitas.
Mahasiswa Berpretasi ITB Jalani Banyak Tantangan
Beberapa kondisi yang dijadikan bahan pertimbangan oleh Tim Yamato dalam merancang desain jembatan yang sesuai pada kawasan tersebut antara lain kondisi bangunan di sekitar jembatan, jalur pejalan kaki, serta fitur penghalang yang sifatnya alami maupun buatan, misalnya manhole dan tiang listrik.
Selain faktor fisik, desain mereka juga dirancang dengan mempertimbangkan regulasi dan standar desain yang berlaku di Singapura.
Salah satu anggota Tim Yamato, yakni Elga, menjelaskan berbagai constraints yang ada di sekitar kawasan pembangunan jembatan perlu dipertimbangkan untuk mendesainnya. “Mulai dari metode konstruksi hingga alinyemennya,” katanya.
Jembatan hasil rancangan ketiganya yang diberi nama Yamato Bridge didesain dengan rangka baja jenis hollow rectangular yang memiliki massa lebih ringan dan emisi karbon yang lebih rendah daripada material lain.
Jembatan sepanjang 36 meter ini memiliki bentuk melengkung atau sering disebut sebagai arch bridge dengan konfigurasi struktur warren truss yang memungkinkan beban kendaraan di atasnya terdistribusi merata.
Selain merancang desain jembatan utama, Tim Yamato juga merancang sambungan jalan di sekitar jembatan serta metode pelaksanaan proyek mereka.
“Desain paling efisien dari hasil trial and error yang kami lakukan itu arch bridge design. Ini yang paling murah untuk menahan beban yang diberikan sesuai ketentuan, paling kuat, dan paling ramah lingkungan,” papar Kevin.
Selain aspek kekuatan jembatan yang diwujudkan melalui desain dan strukturnya, Tim Yamato juga mempertimbangkan aspek biaya dan keberlanjutan lingkungan dalam bentuk inovasi material.
Dalam hal ini mereka menggunakan material HDPE bricks dari olahan limbah plastik dan baja daur ulang untuk menekan biaya sekaligus menonjolkan sisi keberlanjutan dari Yamato Bridge.
Ketiganya juga memilih material porous pavement agar air hujan dapat diresapkan ke dalam tanah serta meminimalkan limpasan air hujan ke wilayah lain.
“Kami memakai inovasi material untuk menambah nilai berkelanjutan. Ada HDPE bricks, baja daur ulang (recycled steel), dan porous pavement,” pungkas Rizky.
Melihat desain tersebut, tak salah jika Kementerian PUPR bisa menggandeng tiga anak muda ini untuk berdiskusi tentang pembangunan jembatan di Indonesia. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"