KONTEKS.CO.ID – Istilah hukuman mati kini tengah jadi bahan perbincangan lagi, usai vonis mati terhadap mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada Senin, 13 Februari 2023.
Banyak masyarakat mempertanyakan apa itu hukuman mati, sebab istilah hukum ini memang masih kurang dipahami bagi masyarakat awam.
Sementara dari laman Kemenkumham, hukuman mati merupakan berlakunya praktik oleh suatu negara untuk membunuh seseorang sebagai hukuman atas kejahatannya. Hal ini tentu setelah putusan bersalah dari pengadilan atas kejahatan yang telah ia lakukan.
Hukuman mati sendiri menjadi hukuman paling berat dari Pasal 340 KUHP, terkait pembunuhan berencana.
Pelaksanaan Pidana Hukuman Mati di Indonesia
Pelaksanaan eksekusi hukuman mati sudah diatur dalam Undang-Undang No.2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.
Mengenai tata pelaksanaannya sudah tercantum dalam Peraturan Kapolri No.12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.
Sebelum terlaksananya eksekusi hukuman mati, terpidana wajib mengetahui rencana pelaksanaan tersebut. Pemberitahuan tersebut 3 hari sebelum hari H pelaksanaan eksekusi.
Adapun tata cara pelaksanaan eksekusi hukuman Mati yang tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) UU No.2/PNPS/1964 adalah sebagai berikut
Setelah mendengar nasihat Jaksa Tinggi/Jaksa, Kepala Polisi Daerah tempat kedudukan pengadilan tersebut bertanggung jawab untuk menentukan waktu dan tempat pelaksanaan pidana mati;
- Kepala Polisi Daerah membentuk suatuan regu penembak dari Brigade Mobil yang terdiri dari seorang Bintara dan 12 orang Tantama di bawah pimpinan Perwira;
- Terpidana akan mendapat pengawalan polisi yang cukup ketat menuju tempat pelaksanaan, beserta seorang perawat rohani berpakaian tertib;
- Sesampainya di tempat pelaksanaan pidana mati, komandan pengawal akan menutup mata terpidana dengan sehelai kain, boleh juga tidak apabila terpidana menghendaki;
- Terpidana dapat menjalani pidana dengan cara berdiri, duduk atau berlutut;
- Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggung jawab bisa memerintahkan agar mengikat tangan serta kakinya, atau mengikatnya pada sandaran khusus;
- Setelah terpidana siap, regu penembak dengan senjatanya yang sudah terisi bersiap menuju posisinya masing-masing. Jarak antara terpidana dengan regu penembak tidak boleh melebihi 10 meter, dan tidak boleh kurang dari 5 meter;
- Apabila semua persiapan telah selesai, Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggung jawab akan memerintahkan algojo untuk memulai pelaksanaan pidana mati;
- Dengan menggunakan isyarat pedang, Komandan Regu Penembak memberi perintah supaya bersiap.
- Kemudian dengan menggerakkan pedangnya ke atas ia memerintahkan regunya untuk membidik pada jantung terpidana, dan dengan menyentakkan pedangnya ke bawah secara cepat, dia memberikan perintah untuk menembak;
- Apabila setelah penembakan itu, terpidana masih memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia belum mati, maka Komandan Regu segera memerintahkan kepada Bintara Regu Penembak untuk melepaskan tembakan pengakhir dengan menekankan ujung laras senjatanya pada kepala terpidana tepat di atas telinganya;
- Untuk memperoleh kepastian tentang matinya terpidana dapat meminta bantuan seorang dokter;
- Penguburan diserahkan kepada keluarganya atau sahabat terpidana, kecuali Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggung jawab memutuskan lain berdasarkan kepentingan umum.
Ramai KUHP Baru Jadi Celah
Seiringan ramainya pembicaraan soal hukuman mati karena ada vonis untuk Ferdy Sambo, muncul juga adanya celah hukum agar mantan Kadiv Propam Polri itu untuk lolos dari hukuman mati. Kemungkinan ini ada dalam Pasal 100 RUU KUHP.Â
sesuai bunyi pasal dalam RUU KUHP, disebutkan bahwa Pasal 100 (1) Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun jika:
a. terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki;Â
b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana tidak terlalu penting; atauÂ
c. ada alasan yang meringankan.Â
(2) Â Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.Â
(3) Â Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
(4) Â Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.Â
(5) Â Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"