KONTEKS.CO.ID – The Green Mile, sebuah film drama fantasi, adaptasi dari novel karya Stephen King berdasarkan referensi dari kisah nyata yang menimpa George Stinney Jr.
Film The Green Mile mengisahkan tentang seorang petugas penjara bernama Paul Edgecombl dan tahanan bernama John Coffey.
Novel The Green Mile terbit pada tahun 1996. Sedangkan versi filmnya rilis tahun 1999.
Jika sedang mencari tontonan yang menguras emosi, film yang meraih 4 Piala Oscar tahun 2000 ini wajib banget masuk dalam watchlist kamu!
Sinopsis The Green Mile
Meskipun menjadi tahanan, sebenarnya John Coffey hanyalah seorang kulit hitam berhati sangat lembut dan memiliki kemampuan supranatural.
Ia menjadi tertuduh sebuah kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap dua gadis cilik. Padahal sejatinya ia tidak melakukan kekejian itu.
Gagal meyakinkan bahwa dirinya tidak bersalah, John Coffey harus menjalani siksaan berat sampai akhirnya divonis hukuman mati di kursi listrik.
Boyong Oscar
Berkat kisahnya yang mengharukan, The Green Mile sukses memboyong empat Piala Oscar tahun 2000.
Empat Oscar itu adalah Best Sound, Best Screenplay, Best Supporting Actor (Michael Clarke Duncan), dan bahkan Best Picture.
Film ini juga masuk ke dalam Top Rated Movie 31 di IMDb.
George Stinney Jr Korban Rasisme
George, seorang anak berkulit hitam, mendapat vonis bersalah dan hukuman mati. Menjadi korban rasisme, Stinney yang tidak tahu apa-apa mendapat tuduhan membunuh dua gadis kulit putih.
Kedua gadis itu adalah Betty (11 tahun) dan Mary (7 tahun). Polisi menemukan mayat keduanya di dekat rumah George.
Sebelum menjalani eksekusi, Stinney menghabiskan 81 hari di penjara tanpa bisa bertemu orang tuanya.
Tempat penahanannya adalah sebuah penjara terisolasi yang berjarak yang 80 mil dari kota.
Anak berumur 14 tahun itu harus masuk penjara sendirian tanpa ada orang yang bisa diajak bicara. Ia juga menjalani sidang sendirian tanpa kehadiran orang tua atau pengacara.
Kala itu, semua juri yang hadir berkulit putih. Sidang hanya berlangsung dia jam dan dia mendapat hukuman 10 menit kemudian.
Orang tua anak laki-laki tersebut tidak boleh berada di ruang sidang, dan kemudian terusir dari kota tersebut setelah persidangan.
Selama persidangan hingga hari eksekusi, George selalu membawa Alkitab di tangannya dan mengaku tidak bersalah.
Yang lebih memilukan, etika hari eksekusi tiba, pihak berwajib menggunakan Alkitab tersebut sebagai booster seat di kursi listrik. Karena tubuh Stinney yang terlalu pendek.
Stinney tewas pada 16 Juni 1944 setelah mendapatkan sengatan listrik dengan tegangan 5.380 volt di kepalanya.
Stinney akhirnya baru dinyatakan tidak bersalah pada 17 Desember 2014, setelah 70 tahun kematiannya.
Kebanyakan orang menduga kuat bahwa kisah George Stinney Jr adalah kisah ketidakadilan yang erat dengan isu rasisme.
Hal inilah yang kemudian menginspirasi Stephen King untuk menulis karyanya.*** (Penulis: Al Gregory Revino Prima Radjah – Jurnalis Magang)
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"