KONTEKS.CO.ID – Fenomena foto dan video vulgar artis yang tersebar di dunia maya kini heboh lagi akibat terbongkarnya kasus 120 judul film dewasa buatan Kelas Bintang. Keriuhan ini bukan baru kali pertama terjadi. Jauh sebelum kasus foto dan video vulgar produksi Jakarta Selatan mencuat, publik di era Orde Lama sudah mengenal sepak terjang seorang bintang film dewasa pertama di Indonesia. Namanya Nurnaningsih.
Jauh sebelum artis-artis seksi seperti Suzanna, Yati surachman, Eva Arnaz, Sally Marcelina ataupun Yurike Prastica terkenal di film-film panas di layar lebar Indonesia, sosok ini sudah jauh lebih dulu meraih ketenaran.
Lekuk tubuhnya, serta berbagai skandal dan kontroversi berkelindan sepanjang hidupnya. Mulai dari adegan setengah telanjang dalam film sampai foto-foto seronok dirinya yang beredar luas di masyarakat pada era tahun 1950-an.
Saking terkenalnya, Nurnaningsih mendapat menjuluki sebagai Marilyn Monroe Indonesia.
Nurnaningsih, Bom Seks Keturunan Raja Solo dan Jogja
Nurnaningsih lahir di Wonokromo, Surabaya, pada 5 Desember 1928. Dalam tubuhnya mengalir darah bangsawan.
Si cantik ini merupakan anak ketiga dari pasangana Raden Kadjat Kartodarmdjo dan Sukini Martindjung. Ayahnya merupakan keturunan raja Yogjakarta, sedangkan sang Ibu keturunan Raja Solo.
Sebagai anak perempuan tertua dalam keluarga, orangtuanya berharap ketika usianya sudah cukup, Nurna akan segera menikah.
Demi kedua orangtuanya, Nurnaningsih berhenti sekolah ketika kelas satu SMA. Dia pun terpaksa menikah. Tapi pernikahan itu hanya bertahan dua bulan.
Setelah bercerai, Nurna ingin mewujudkan cita-cita menjadi bintang film. Nurnaningsih mengaku terinspirasi menjadi bintang film saat melihat film dengan bintang Miss Ruqyah, seorang aktris dan penyanyi keroncong terkenal pada masa itu.
Nurna merantau ke Jakarta di usia 25 tahun. Dia tinggal di sebuah gubuk di pinggir kali Ciliwung.
Saat itu banyak yang menganggap bahwa usianya sudah cukup tua dan tidak ideal lagi untuk memulai karier sebagai bintang film. Namun Nurna membuktikan bahwa dia memiliki bakat terpendam sebagai artis.
Debut Nurnaningsih Bersama Usmar Ismail
Nurna pun les vokal kemudian bermain teater. Mimpinya menjadi artis terwujud setelah dia berhasil membintangi film garapan sang legenda perfilman Indonesia, Usmar Ismail.
Hidung tajam Usmar Ismail mengendus bakat Nurna dan memberinya sebuah peran dalam film berjudul “Krisis” pada tahun 1953. Memerankan tokoh bernama Rose, Nurna membintangi film ini bersama Raden Sukarno dan Tina Melinda.
Meskipun dia mendapatkan peran utama, namun dia tak mendapat bayaran tinggi. Nurna hanya mendapat honor Rp180. Tapi peran pertamanya inilah yang melambungkan namanya.
Apalagi film “Krisis” sukses besar di pasaran. Bahkan perusahaan film nasional yang awalnya terlanda krisis keuangan langsung terselamatkan berkat film krisis film tersebut.
Nama Nurnaningsih menjadi terkenal. Berkat penampilannya dalam film Krisis, dia pun mendapatkan penghargaan pertama dari majalah film Varia.
Setelah itu Nurnaningsih semakin mendapat banyak tawaran main film. Salah satunya film “Harimau Tjampa” pada 1954. Dia beradu peran dengan Bambang Hermanto, aktor legendaris Indonesia yang pernah meraih Aktor dunia Terbaik di Festival Film Moskow (1961).
Filmnya Meraih Penghargaan, Nurnaningsih Dapat Cacian
Dalam film “Harimau Tjampa” (1954) karya D Djajakusuma, ada beberapa detik adegan yang menampakkan tubuh Nurnaningsih setengah telanjang.
Hal itu menjadikannya sebagai aktris pribumi Indonesia pertama yang melakukan adegan tersebut.
Nurna tergolong wanita berani. Dia nekad melakukan adegan setengah telanjang saat sedang viral pertentangan antara seniman dan badan sensor.
Masyarakat tak habis-habisnya membully Nurnaningsih. Padahal, film “Harimau Tjampa” sendiri meraih penghargaan kategori Skenario Terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) 1955.
Juga meraih penghargaan kategori musik terbaik di ajang Asian Festival.
Akhirnya berbagai literasi sepakat menjadikan Nurnaningsih atau yang akrab disapa Nurna sebagai sosok yang mempelopori istilah bom seks.
Namun Nurna memiliki alasan untuk melakukan adegan yang memperlihatkan keindahan tubuh kuning langsatnya itu.
“Saya tidak akan memerosotkan kesenian, melainkan hendak melenyapkan pandangan-pandangan kolot yang masih terdapat dalam kesenian Indonesia,” katanya tajam, melansir dari buku “A to Z About Indonesian Film” karya penulis Ekky Imanjaya yang diterbitkan Mizan, Bandung.
Foto Tanpa Busana Nurnaningsih Beredar di Pasar Gelap
Seiring berjalannya waktu, caci maki untuk Nurnaningsih tidak berhenti malah makin panas. Terlebih, banyak pihak menjual bebas foto-foto bugilnya di pasar gelap pada pertengahan tahun 1954.
Nurna memang sering mengeksplorasi tubuhnya ke berbagai medium seni lain seperti foto majalah. Hebatnya, foto-fotonya tak cuma beredar di Jakarta, tapi juga hingga Amerika dan Italia.
Setidaknya ada 9 foto bugil Nurnaningsih karya seorang fotografer tak terkenal. Penjual mematok harga Rp200-Rp300 per lembar. Jumlah yang besar di masa itu.
Banyak yang berebut, grasak-grusuk mencari tahu pada siapa mereka bisa membeli foto Nurnaningsih. Maklum, zaman dulu belum ada link atau media sosial seperti sekarang.
Bahkan pada Oktober 1954, polisi dan kejaksaan terjun langsung bergerilya untuk memberantas penyebaran foto sang aktris di beberapa pasar gelap.
Masyarakat umum sangat marah atas beredarnya foto tersebut. Mereka anggap Nurna telah melanggar nilai-nilai Timur. Masyarakat memboikot film-film Nurnaningsih, terutama di Kalimantan Timur.
Tetapi, pemain film “Klenting Kuning” ini membantah dia sendiri yang menyebarkan foto-foto sensual tersebut. Dia tidak mendapat keuntungan sama sekali dari penjualan foto-foto itu. Dia malah harus bolak-balik ke kantor polisi karena kasus tersebut.
Nurnaningsih Tak Kapok Jadi Bom Seks
Saat pementasan sandiwara 3 babak yang berjudul “Korban Revolusi” karangan Rustam Effendi P pada 27 November 1955, sang aktris menjelaskan soal viral foto tersebut.
Untuk pertama kalinya Nurnaningsih menjawab pertanyaan pers. Secara tegas Nurna mengatakan bahwa bahwa dia bersedia sekali lagi melakukan pemotretan telanjang.
“Tapi ada syaratnya, pemotretan harus di luar negeri,” tegasnya melansir dari Aneka, 1955.
Sebab dia sudah berjanji dengan pihak kepolisian bahwa dia tidak akan melakukan pemotretan tanpa busana di Indonesia.
“Juga gambar itu tidak boleh beredar di Indonesia. Foto harus dalam bentuk buku serta ada keterangan bahwa foto tersebut untuk bahan studi obyek seni lukis,” tambahnya.
Nurna tidak mau terjebak lagi. Sebab di foto syur pertamanya, awalnya sang fotografer menjanjikan foto telanjangnya hanya menjadi objek studi bagi pelukis tentang anatomi tubuh perempuan yang sebenarnya. Tapi yang terjadi, foto tersebut beredar di pasar gelap tanpa seizin Nurna.
“Saya tidak digambar dengan maksud pornografis, untuk membangkitkan nafsu birahi orang, tetapi untuk seni dan keindahan,” katanya.
“Yang diperedarkan orang sekarang bukan gambar saya yang asli. Tetapi potret kepala saya ditempelkan kepada tubuh orang lain. Saya tahu ini dengan pasti, karena bentuk tubuh saya, achtergrond ketika saya dipotret bukan seperti gambar itu. Dan pose saya juga tidak seperti dalam potret palsu itu!”
Sepertinya berkat Nurnaningsih lah, akhirnya Indonesia punya generasi “penerus” bom seks di perfilman Indonesia. Sebut saja ada Rahayu Effendy (ibunda Dede Yusuf), Yati Octavia, Eva Arnaz, Kiki Fatmala, Sally Marcellina, dan lain-lain sampai ke generasi saat ini.
Enam Tahun Jadi Kiper
Pada 1955, Nurna merilis sebuah film berjudul “Kebun Binatang” sebelum menghilang dari sorotan media. Setelah itu ia tinggal berpindah-pindah untuk main sandiwara, melukis, dan menyanyi.
Nurnaningsih menjelajahi kepulauan Indonesia selama dua belas tahun. Ia berprofesi sebagai seniman sketsa, pemain sandiwara, guru bahasa Inggris, penjahit, dan penyanyi. Bahkan selama enam tahun menjadi penjaga gawang sepak bola.
Ia kembali ke dunia film pada 1968 dengan peran kecil dalam film “Djakarta, Hongkong, Macao”.
Setelah mendapat peran kecil di sejumlah film, ia membintangi “Seribu Janji Kumenanti” pada 1972.
Setelah itu, Nurnaningsih lebih aktif jadi pemain pendukung di beberapa film. Salah satunya di film “Suzanna Malam Satu Suro”. Nurna bermain sebagai dukun di film yang ada adegan sundel bolong main piano.
Sebagai Marilyn Monroe-nya Indonesia, ia tidak segan vakum di puncak karier. Ia lebih memilih berkelana bertahun-tahun mengelilingi Indonesia secara anonim menjadi perawat hingga guru seni.
Konon, hartanya habis dan sempat luntang lantung tidak punya tempat tinggal. Bahkan, di masa akhir hidupnya, Nurna sering numpang tinggal di Taman Ismail Marzuki (TIM).
Bercerai Berkali-Kali
Selama hidupnya dia menikah dan bercerai beberapa kali. Setelah pernikahan pertamanya selesai, dia menikah lagi dengan pelukis Kartono Yudhokusumo pada 1945. Bersama dengan Kartono, kabarnya Nurna memiliki dua orang anak, yakni Karti Yudaningsih dan Julius.
Setelah mereka bercerai pada 1952, Nurnaningsih kembali menikah dengan seorang mantan Letnan bernama Basir Ibrahim. Pasangan itu bercerai satu tahun setelah putri mereka lahir. Kemudian dia menikah lagi dengan Yan Karel Thomas, tapi kemudian juga bercerai.
Nurnaningsih mengembuskan nafas terakhir pada 21 Maret 2004, Ia meninggal dunia di usia 78 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Menteng Pulo, Jakarta.
Kenangan Kerabat
Masa-masa tua Nurnaningsih ternyata bahagia. Melansir dari berbagai akun Instagram, banyak kenangan indah tentang Nurnaningsih dari kerabat dan para artis Indonesia, misalnya dari akun Instagram @ita_zerlita.
“Wanita cantik ini pernah ada dalam kehidupan keluarga kami walau tidak terlalu lama. Melihat gambar sosok beliau sewaktu teman mengirim video lagu lawas yang berisi gambar2 aktris2 masa lalu. Ya, beliau salah satu aktris terkenal pada masa itu… NURNANINGSIH.”
“Tante Nur, saya memanggilnya, begitu juga anak2 saya yang pada pertengahan th ’70 an masih kecil2. Saya lupa awal perkenalan, tetapi setelah saya tahu bahwa beliau mengisi waktu luangnya, mencari rezeki untuk kehidupannya saat itu, dengan mengajar Bahasa Inggris, saya lalu memintanya untuk mengajar dua anak saya, bahkan juga sepupu2 anak jika lagi main kerumah. Saat itu beliau berumur 52 tahun…,” tulis akun Instagram @ita_zerlita.
“Beliau orang yang baik hati, santun, menyenangkan… Anak-anak suka karena sambil mengajar kadang diselingi bercerita, menyanyi, makan bersama. Datang sendiri dengan angkutan umum, jika ada mobil nganggur, anak2 minta antar T Nur pulang. Santi mengingat : ‘Ma, aku ingat klu semua ikut T Nur khan badannya besar, waktu itu mobilnya Honda kecil’… Tante Nur, kami selalu ingat… RIP,” tutun akun tersebut.
Aktris Dewi Irawan juga ikut menyanjungnya, “Aku manggil beliau “Bude” msh kerabat,” tulisnya di Instagram @dewiirawan13.
Begitu juga dengan penyanyi dangdut Camelia Malik yang memiliki memori indah bersama Nurnaningsih, “Legendaris. Kita jg sayang sm tante Nur kt jg belajar bahasa inggris sm tante Nur. Orangnya memang BAIIIK HATI DAN SELALU TERTAWA. ALFATEHA UNTUK TANTE NURNANINGSIH,” tulisnya di Instagram @cameliamalikreal.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"