KONTEKS.CO.ID - Dyah Sujirah atau lebih dikenal dengan sebutan Mbak Sipon istri dari aktivis HAM yang juga seorang penyair Wiji Thukul telah meninggal dunia pada Kamis, 5 Januari 2023.
Mbak Sipon meninggal dunia setelah sebelumnya menjalani perawatan di rumah sakit Hermina Solo karena mengalami sakit gula.
Suami Mbak Sipon yakni Wiji Thukul dikenal sebagai aktivis yang sangat vokal dalam melawan penindasan di era orde baru.
Wiji Thukul menyuarakan perlawanannya melalui karya puisi-puisinya yang begitu tajam dan mampu membakar semangat perlawanan.
Berikut ini adalah deretan puisi Wiji Thukul yang paling dikenal sepanjang masa:
1. Peringatan
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gasat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!
2. Bunga dan Tembok
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun rumah dan merampas tanah
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun jalan raya dan pagar besi
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang dirontokkan di bumi kami sendiri
Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Dalam keyakinan kami
Di manapun - tirani harus tumbang!
3. Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu
Apa guna punya ilmu
kalau hanya untuk mengibuli
Apa gunanya banyak baca buku
kalau mulut kau bungkam melulu
Di mana-mana moncong senjata
berdiri gagah
kongkalikong
dengan kaum cukong
Di desa-desa
rakyat dipaksa
menjual tanah
tapi, tapi, tapi, tapi
dengan harga murah
Apa guna punya ilmu
kalau hanya untuk mengibuli
Apa guna banyak baca buku
kalau mulut kau bungkam melulu
4. Istirahatlah Kata Kata
Istirahatlah kata-kata
Jangan menyembur-nyembur
Orang-orang bisu
Kembalilah ke dalam rahim
Segala tangis dan kebusukan
Dalam sunyi yang meringis
Tempat orang-orang mengingkari
Menahan ucapannya sendiri
Tidurlah, kata-kata
Kita bangkit nanti
Menghimpun tuntutan-tuntutan
Yang miskin papa dan dihancurkan
Nanti kita akan mengucapkan
Bersama tindakan
Bikin perhitungan
Tak bisa lagi ditahan-tahan
5. Pesan Sang Ibu
Tatkala aku menyarungkan pedang
Dan bersimpuh di atas pangkuannya
Tertumpah rasa kerinduanku pada sang ibu
Tangannya yang halus mulus
Membelai kepalaku...
Tergetarlah seluruh jiwa ragaku
Musnahlah seluruh api semangat juangku
Namun sang ibu berkata...
Anakku sayang, apabila kaki sudah melangkah
Di tengah padang...
Tancapkanlah kakimu dalam-dalam
Dan tetaplah terus bergumam
Sebab, gumam adalah mantra dari dewa-dewa
Gumam mengandung ribuan makna
Apabila, gumam sudah menyatu dengan jiwa raga
Maka gumam akan berubah menjadi teriakan-teriakan
Yang nantinya akan berubah menjadi gelombang salju yang besar
Yang nantinya akan mampu merobohkan istana yang penuh kepalsuan
Gedung-gedung yang dihuni kaum munafik
Tatanan negeri ini sudah hancur, Anakku...
Dihancurkan oleh sang penguasa negeri ini
Mereka hanya bisa bersolek di depan kaca
Tapi, membiarkan punggungnya penuh noda
Dan penuh lendir hitam yang baunya kemana-mana
Mereka selalu menyemprot kemaluannya
Dengan parfum luar negeri
Di luar berbau wangi, didalam penuh dengan bakteri
Dan hebatnya...
Sang penguasa negeri ini, pandai bermain akrobatik
Tubuhnya mampu dilipat-lipat
Yang akhirnya pantat dan kemaluannya sendiri
Mampu dijilat-jilat...
Anakku... apabila pedang sudah kau cabut
Janganlah surut, janganlah bicara soal menang dan kalah
Sebab, menang dan kalah hanyalah mimpi-mimpi
Mimpi-mimpi muncul dari sebuah keinginan
Keinginan hanyalah sebuah khayalan
Yang hanya akan melahirkan, harta dan kekuasaan
Harta dan kekuasaan hanyalah balon-balon sabun
Yang terbang di udara.
Anakku, asahlah pedang
Ajaklah mereka bertarung di tengah padang
Lalu... tusukkan pedangmu di tengah-tengah selangkangan mereka
Biarkan darah tertumpah di negeri ini...
Satukan gumammu menjadi revolusi.
Itulah 5 puisi karya Wiji Thukul yang paling dikenal sepanjang masa. Masih banyak lagi puisi-pusi populer karya Wiji Thukul lainnya.***