KONTEKS.CO.ID – Nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar AS (USD) memicu kekhawatiran di kalangan pengusaha. Terutama di sektor makanan dan minuman atau mamin.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman, mengatakan, pelemahan rupiah akan berdampak signifikan pada industri mamin.
Sebab masih banyaknya bahan baku impor yang industri ini gunakan. “Dahan baku untuk industri mamin masih dominan dari impor. Misalnya, kebutuhan gula yang terimpor 100 persen dari luar negeri. Bahan susu yang terimpor 80 persen, kedelai dan garam masing-masing 70 persen dari kebutuhan industri harus impor,” kata Adhi mengutio, Jumat 21 Juni 2024.
Pelemahan rupiah tidak hanya berdampak pada bahan baku, tapi juga biaya operasional industri.
Adhi mengungkapkan, biaya pengapalan telah naik 3-4 kali lipat. Ini semakin memberatkan industri. “Ekspor juga semakin kompetitif karena buyer juga tertekan dan meminta harga lebih baik,” tukasnya.
Upaya Industri Mamin Menghadapi Tantangan
Untuk menghadapi tantangan ini, GAPMMI berharap industri mamin dapat menjaga tingkat produksi mengingat permintaan yang terus meningkat.
Namun, industri juga harus beradaptasi dengan efisiensi dan mencari alternatif sumber daya lokal maupun negara alternatif. “Perlu penguatan produksi di hulu agar ketergantungan bahan baku impor semakin kecil,” kata Adhi.
GAPMMI juga meminta intervensi pemerintah terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar AS untuk membantu stabilisasi ekonomi.
Selain itu, ia menyarankan pemerintah mempertimbangkan revisi aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang pelaku usaha nilai jadi beban bagi industri.
Pemerintah juga perlu memikirkan insentif ekspor demi meningkatkan devisa negara. “Perlu pemerintah pikirkan insentif ekspor supaya semakin banyak membantu devisa,” sarannya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"