KONTEKS.CO.ID – Lesunya kinerja keuangan Tesla Motors dalam beberapa waktu terakhir telah memberikan dampak serius terhadap kekayaan bersih pendirinya, Elon Musk.
Menurut data dari Bloomberg Billionaires Index pada Kamis 25 April 2024, kekayaan bersih Musk merosot sebesar USD50,4 miliar atau sekitar Rp818 triliun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Pada saat ini, Elon Musk yang menempati peringkat ketiga dalam daftar orang terkaya di dunia memiliki total kekayaan bersih sebesar USD179 miliar atau sekitar Rp2.905 triliun.
Angka ini menunjukkan penurunan yang signifikan dari total kekayaan pada tahun sebelumnya yang mencapai USD2.950 triliun.
Penurunan kekayaan bersih Musk terutama terpicu kinerja buruk saham Tesla. Sebanyak 13% sahamnya dalam perusahaan tersebut telah memberikan kontribusi terbesar terhadap kekayaannya.
Tesla juga melaporkan kinerja yang kurang memuaskan pada kuartal pertama tahun 2024, dengan penjualan dan harga sahamnya mengalami penurunan.
“Tingkat adopsi kendaraan listrik secara global di bawah tekanan, dengan banyak produsen mobil lainnya beralih kembali ke kendaraan hibrida plug-in,” kata Musk dikutip dari The Verge, Kamis.
Laporan triwulanan Tesla menunjukkan penurunan dalam beberapa aspek.
Pendapatan otomotif turun 13% secara tahunan, biaya operasional menurun 37%, dan laba bersih yang diatribusikan kepada pemegang saham biasa turun sebesar 55%.
Selain itu, arus kas bebas perusahaan negatif sebesar USD2,5 miliar. Itu menandakan perusahaan tidak memiliki uang tunai yang tersisa setelah memenuhi operasi, modal, dan pengeluaran non-tunai.
Tesla juga mengalami peningkatan dalam persediaan kendaraan.
Dari 15 hari pada kuartal sebelumnya menjadi 28 hari. Ini menunjukkan usaha Tesla untuk mengurangi permintaan, yang kemudian menuai pertanyaan tajam dari para investor.
Selain itu, Tesla telah menghentikan pengembangan kendaraan listrik baru yang lebih terjangkau, Model 2, yang harapannya akan mencapai harga USD25.000.
Para investor sebelumnya menaruh harapan pada Model 2 untuk mendorong pertumbuhan perusahaan di masa depan.
Tindakan lain yang Tesla ambil untuk mengatasi penurunan kinerja yakni rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) sebesar 10% dari total tenaga kerja global. Jumlahnya mencapai 14.000 karyawan.
Rencana PHK ini bahkan dapat mencapai 20% dari total tenaga kerja perusahaan.
Ini semua merupakan bagian dari persiapan Tesla untuk memulai produksi kendaraan baru pada tahun 2025.
Harapannya, dapat memperbaiki kinerja dan mengembalikan kepercayaan investor.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"