KONTEK.CO.ID – Nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar AS hingga menyentuh angka Rp 16.200.
Para ahli ekonomi pun telah mengungkapkan beberapa faktor yang menjadi penyebab utama dari pelemahan tersebut.
Menurut Asmiati Malik, Associate Researcher Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), penyebab utama pelemahan rupiah adalah keputusan Federal Reserve (The Fed) AS yang menunda penurunan suku bunga acuan.
“Kebijakan ini membuat dolar AS lebih kuat dan berdampak negatif terhadap nilai rupiah,” katanya dalam agenda Diskusi Publik Ekonom Perempuan ‘Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global’ secara daring, Sabtu, 20 April 2024.
Dia menambahkan, konflik yang sedang berlangsung di Timur Tengah antara Iran dan Israel juga turut berkontribusi terhadap pelemahan rupiah.
Hal ini memicu ketidakpastian di pasar global, terutama terkait harga minyak yang berpengaruh pada berbagai sektor perekonomian.
Asmiati juga menyoroti ketergantungan Indonesia terhadap impor untuk sejumlah komoditas.
Kondisi itu yang membuat perekonomian negara ini sangat terpengaruh oleh tensi geopolitik di negara lain.
Sementara itu, Kepala Center of Digital Economy and SMEs INDEF, Eisha Maghifuruha Rachbini juga mengungkapkan, perekonomian Indonesia masih tergantung pada impor.
“Akibatnya, stabilitas nilai tukar rupiah sangat bergantung pada faktor eksternal,” katanya.
Untuk menjaga nilai tukar rupiah, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga inflasi di dalam negeri dan nilai tukar rupiah.
Stabilitas kedua faktor ini menjadi kunci dalam mempertahankan stabilitas perekonomian Indonesia.
Dengan kondisi ini, perlu adanya upaya stabilisasi terhadap nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilitas makroekonomi, termasuk daya beli masyarakat dan sektor riil.
“Saya rasa perlu ada stabilisasi terhadap nilai tukar,” pungkasnya.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"