KONTEKS.CO.ID – Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mendorong tenun Karaja Sumba agar mampu menjadi produk high end yang bisa dijual dengan harga tinggi.
Hal tersebut dilakukan mengingat tenun Karaja Sumba merupakan sebuah produk budaya yang bernilai sejarah.
“Selama ini, tenun ini sudah dikenal dunia. Kita harus terus kembangkan tenun ini sehingga mampu menjadi produk high end,” ujar Teten dalam keterangan tertulis yang dikutip Senin, 18 Desember 2023.
Teten menambahkan, saat ini tren industri fesyen dunia sedang mengarah ke kain yang memiliki nilai tinggi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
“Contohnya Dior pernah pakai kain tenun Geringsing Bali untuk produk unggulan mereka. Ini jadi potensi, kita sudah bicara dan bekerja sama dengan Sekolah Prancis bahkan New York, agar karya desainer kita bisa masuk pasar dunia,” ucapnya.
Teten menekankan, tenun Karaja Sumba harus dijual mahal dengan dua pendekatan. Pertama, menjualnya ke pasar ekspor. Kedua, menarik para pembeli untuk datang ke Sumba.
“Jadi Sumba mengunjungi dunia atau dunia mengunjungi Sumba. Sudah ada hotel yang bagus, tinggal kita kembangkan lagi resort untuk penduduk agar bisa menikmati keuntungan ekonomi. Jadi kain Sumba bisa menjadi oleh-oleh premium dari Sumba. Ini harus dihargai tinggi,” jelas Teten.
Sementara, pengelola Karaja Sumba Roswita Asti Kulla mengungkapkan, kehadiran Karaja Sumba disebabkan keresahan dan kebingungan menghadapi masalah sosial, ekonomi, dan budaya.
“Banyak mama-mama dari desa dipukul dan jadi korban kekerasan atau KDRT. Ternyata faktor ekonomi jadi salah satu penyebab yang paling kuat. Pendidikan dan ekonomi harus selaras. Kami percayai hal ini, Karaja percaya ini jadi solusi masalah sosial dan ekonomi,” kata Asti Kulla.
Menurut Asti, Tenun Karaja menjadi tenun yang hampir punah karena transformasi manusia yang serba ingin instan.
Maka dari itu, ia berpikir untuk kembali memberdayakan pembuatan tenun Karaja.
“Saat ini pelestarian budaya menenun telah kami mulai, dan akhirnya kami bergerak dan berjalan 3 tahun dengan lebih dari 100 penenun dan 40 persen usianya 19-40 tahun, sedangkan sisanya berusia 50-70 tahun. Sejak 2019 sampai saat ini kami berhasil mendapatkan Rp200 juta sampai Rp300 juta,” katanya.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"