KONTEKS.CO.ID – Joe Biden, Presiden AS, mulai kesal dengan sikap sombong adan arogansi Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.
Penolakan Benjamin Netanyahu terhadap kembalinya Otoritas Palestina atau PLO ke Jalur Gaza melemahkan upaya AS. Biden berupaya menggalang negara-negara Arab untuk menstabilkan wilayah kantong pantai tersebut setelah perang Israel-Hamas, kata seorang pejabat pemerintah dan dua diplomat senior Arab kepada The Times of Israel, Selasa 14 November 2023.
Penolakan Netanyahu untuk menentukan siapa yang akan memerintah Gaza jika Israel berhasil menggulingkan Hamas, serta pesan yang beragam dari perdana menteri mengenai apakah militer Israel akan menduduki kembali Jalur Gaza, telah menyingkirkan Yordania, Mesir, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Stabilkan Gaza Butuh Negara Arab
Pemerintahan Biden yakin dukungan dari negara-negara tersebut akan perlu untuk membantu merehabilitasi dan mengelola Jalur Gaza sementara waktu setelah perang.
Namun jika tidak ada strategi pascaperang, negara-negara tersebut akan cenderung memberikan tekanan pada Israel untuk menghentikan pertempuran sebelum mencapai tujuannya menyingkirkan Hamas.
Merasa bahwa Netanyahu terlumpuhkan oleh sekutu koalisi sayap kanannya, AS mulai bertanya tentang kemungkinan adanya pemerintahan yang lebih moderat, menurut seorang mantan pejabat.
“Payung kediplomatikan yang AS dan negara-negara Barat lainnya berikan kepada Israel untuk terus beroperasi di wilayah Gaza, ketika korban sipil meningkat,” kata pejabat Pemerintahan Biden yang tidak mau namanya tersebut. “Penolakan untuk bekerja sama – dan bahkan menghambat – upaya (AS) semakin membatasi payung tersebut.”
Pada hari Sabtu, Netanyahu mengatakan pada konferensi pers bahwa Israel akan menentang kembalinya Otoritas Palestina ke Gaza setelah perang. Ini adalah tujuan yang Washington deklarasikan.
Ia mengatakan bahwa diskusi tentang bagaimana Jalur Gaza akan terperintah setelah perang hanya akan dilakukan setelah perang menghabisi Hamas.
PM Israel juga mengatakan, militer akan tetap berada di Gaza “selama terperlukan”. Ini untuk mencegah daerah kantong tersebut tergunakan untuk melancarkan serangan teror terhadap Israel.
“Hamas akan didemiliterisasi; tidak akan ada ancaman lebih lanjut dari Jalur Gaza terhadap Israel, dan untuk memastikan bahwa, selama terperlukan, IDF akan mengendalikan keamanan Gaza untuk mencegah teror dari sana,” katanya.
Joe Biden Kesal
Seorang duta besar Arab, yang berbicara tanpa mau namanya tersebut, berpendapat bahwa penolakan Netanyahu terhadap proposal untuk mengembalikan PA yang relatif moderat ke Jalur Gaza akan mengarah pada terciptanya kekosongan di Gaza. Ini akan terisi oleh kekuatan yang tidak kalah radikalnya dengan Hamas, dan memperingatkan bahwa kawasan ini akan semakin tidak stabil.
Pejabat Arab kedua, seorang diplomat senior, tampaknya menghubungkan pendirian Netanyahu dengan penolakan Presiden Mesir Abdel-Fattah el-Sissi. Baru-baru ini ia menolak proposal Direktur CIA, William Burns, agar Kairo membantu mengelola keamanan di Gaza untuk sementara waktu setelah perang.
Sissi mengatakan kepada kepala intelijen AS bahwa Mesir tidak ingin terlibat dalam penggulingan Hamas. Mereka telah membantu mengamankan perbatasan Mesir dengan Gaza dalam beberapa tahun terakhir.
Hamas pada akhirnya hanya akan tergantikan oleh kekuatan yang kurang dapat terandalkan. Itu tersampaikan diplomat senior tersebut membenarkan pemberitaan di Wall Street Journal.
Sikap yang berkembang di Kairo dan negara-negara Arab lainnya adalah bahwa IDF tidak akan mampu sepenuhnya memberantas Hamas. “Permusuhan yang timbul oleh perang akan menyebabkan terciptanya lebih banyak ketidakstabilan,” kata diplomat senior Arab tersebut. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"