KONTEKS.CO.ID – Pemerintah Jepang telah mengambil langkah penting untuk mendukung pernikahan di kalangan generasi muda dan mendorong kelahiran anak-anak dengan mengimplementasikan berbagai skema tunjangan finansial.
Langkah Pemerintah Jepang ini bertujuan untuk membantu pasangan baru menikah dalam memulai kehidupan bersama dan mengatasi tantangan finansial yang mungkin mereka hadapi.
Mengutip laman tsunagujapan yang terbit pada September 2020, berikut adalah beberapa skema bantuan finansial yang diberikan oleh pemerintah Jepang kepada pasangan yang baru menikah:
1. Tunjangan Regional untuk Pasangan Pengantin Muda
Pada tahun 2018, pemerintah Jepang memperkenalkan skema tunjangan regional yang bertujuan untuk mendukung pasangan pengantin muda. Pasangan yang menikah pada usia kurang dari 34 tahun pada hari pernikahan mereka dapat memenuhi syarat untuk menerima dukungan finansial.
Selain itu, pasangan dengan penghasilan kurang dari 3,4 juta yen per tahun atau sekitar 350 juta rupiah (setelah pajak) dapat menerima subsidi hingga 300.000 yen (sekitar 31 juta rupiah) untuk pembelian atau penyewaan rumah serta biaya pindahan. Ini adalah langkah penting dalam mendukung pasangan muda dalam memulai perjalanan mereka sebagai keluarga.
Namun, perlu diingat bahwa skema ini tidak tersedia di seluruh Jepang. Hanya 257 dari 1.724 kota di Jepang yang menerapkan skema ini. Oleh karena itu, pasangan yang berencana untuk menikah sebaiknya berkonsultasi dengan lembaga pemerintah di daerah mereka untuk mengetahui ketersediaan skema ini.
2. Tunjangan Pengobatan Infertilitas
Pemerintah Jepang juga memberikan dukungan tambahan kepada pasangan yang menghadapi kesulitan dalam hamil. Pemerintah Jepang menyiapkan program bayi tabung, IVF, dan Mikro-Fertilisasi.
Dalam kasus ini, pemerintah memberikan subsidi tambahan sebesar 150.000 yen (sekitar 15 juta rupiah), yang dapat diterima dua kali setahun. Hal ini penting karena asuransi kesehatan di Jepang tidak mencakup semua jenis prosedur ini.
3. Tunjangan Cuti Bersalin
Pemerintah Jepang memiliki sistem cuti bersalin yang baik untuk mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga, khususnya bagi wanita karier.
Durasi cuti hamil berbayar di Jepang yaitu 98 hari, cuti ini termasuk 6 minggu sebelum dan 8 minggu setelah melahirkan.
Jika perusahaan tempat bekerja ibu yang baru melahirkan tidak membayar gajinya selama periode tersebut, pemerintah akan memberikan subsidi hingga sekitar dua pertiga dari gaji ibu tersebut.
Ini adalah langkah penting untuk memastikan bahwa ibu dapat fokus pada perawatan bayi mereka tanpa harus khawatir tentang keuangan.
4. Pemberian Subsidi Cuti Mengasuh Anak
Setelah cuti hamil, orang tua baru dapat mengambil cuti mengasuh anak. Selama 180 hari pertama setelah melahirkan, ibu yang tinggal di rumah dapat menerima subsidi bulanan dari asuransi kerja sebesar 67 persen dari gaji mereka, sedangkan ayah dapat mengajukan subsidi sebesar 50 persen dari pendapatan aslinya. Ini membantu orang tua baru dalam memberikan perhatian penuh kepada anak mereka selama bulan-bulan awal kehidupan anak.
5. Tunjangan Persalinan Dibayarkan Sekaligus
Para ibu di Jepang berhak mendapatkan tunjangan persalinan sebesar 420.000 yen (sekitar 43 juta rupiah) setelah melahirkan, atau 840.000 yen (sekitar 86 juta rupiah) jika melahirkan kembar.
Tunjangan ini dapat digunakan untuk menutupi biaya persalinan dan perawatan anak. Tunjangan ini juga tersedia untuk warga negara asing yang tinggal di Jepang selama mereka memenuhi syarat-syarat tertentu.
Selain skema di atas, beberapa daerah di Jepang juga menawarkan insentif tambahan kepada penduduk mereka yang memiliki anak, termasuk uang tunai dan subsidi.
Ini merupakan langkah untuk mendorong kelahiran anak-anak di daerah pedesaan dan mengatasi distribusi populasi yang tidak seimbang.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"