KONTEKS.CO.ID – Keamanan siber Indonesia wajib mendapat perhatian. Hal itu sejalan proyeksi RI bakal masuk jajaran lima besar negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia pada 2045.
Huawei bersama berbagai pemangku kepentingan menyadari Indonesia memerlukan percepatan transformasi digital yang inklusif dan berkelanjutan. Ini demi mendukung produktivitas masyarakat di ruang digital yang aman dari serangan siber.
Kesadaran para pemangku kepentingan terhadap keamanan siber Indonesia bersama tantangannya yang makin kritikal mengemuka di Seminar Ketahanan Nasional Transformasi Digital Indonesia 2045.
Seminar keamanan siber Indonesia dihadiri Menkominfo, Budi Arie Setiadi; Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto; Kepala BSSN, Hinsa Siburian; Ketua Umum ABDI, Rudi Rusdiah; Dirjen Aptika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan; dan Andi Kristianto, CEO PT Telkomsel Ekosistem Digital.
Andi Widjajanto mengungkapkan, Indonesia mengalami 1,2 miliar serangan siber setiap tahunnya pascapandemi. Jumlah ini meningkat tiga kali lipat dari era sebelum pandemi sebesar 400 juta per tahun.
Salah satu bentuk serangan siber yang sedang ramai adalah malware yang akhir-akhir ini dikirim dalam bentuk aplikasi undangan pernikahan.
“Terjadi 2.200 serangan setiap menit di ruang siber yang sebagian menyasar data-data pribadi, korporasi dan niaga. Kondisi ini harus segara dibenahi dengan dukungan arsitektur yang komprehensif mulai dari regulasi hingga opsi teknologi,” kata Andi.
Keamanan Siber Indonesia dan Ruang Digital Dunia
Berdasarkan data Lemhannas, data yang tersimpan di ruang digital di seluruh dunia sudah mencapai 70 zetabit pada periode 2020-2022. Jumlah ini diprediksi bakal melonjak tajam seiring perkembangan pesat transformasi digital di setiap negara.
Sebagai mitra strategis bagi berbagai organisasi di Indonesia, Mohammad Rosidi, Direktur ICT Strategy and Business, Huawei Indonesia mengatakan, mereka berkomitmen berpartisipasi menciptakan pemerataan akses digital secara luas.
Pemerataan itu melalui pembangunan infrastruktur, serta pengembangan talenta digital yang memiliki literasi dan kemampuan yang memadai. Sebab penguatan ruang digital yang aman adalah tanggung jawab bersama.
“Komitmen Huawei dalam mendukung akselerasi transformasi digital di Indonesia tidak hanya terfokus pada pembangunan fisik saja. Melalui pilar komitmen ‘I Do Contribute’, Huawei ingin mengembangkan talenta TIK,” ujar Rosidi.
Sebagai informasi, Huawei telah mendirikan lebih dari 1.900 akademi TIK di lebih dari 110 negara dan wilayah. Akademi digital Huawei ini mampu melatih lebih dari 150.000 siswa di seluruh dunia setiap tahunnya.
Di Indonesia, Huawei ASEAN Academy telah berdiri dan beroperasi, serta siap untuk merealisasikan komitmen Huawei dalam mencetak 100 ribu talenta TIK Indonesia hingga 2025 mendatang.
Sejauh ini, Huawei telah memberikan pelatihan, pembekalan dan sertifikasi kepada lebih dari 83.000 penerima manfaat.
“Keberadaan SDM yang menguasai bidang TIK menjadi kunci penting bagi Indonesia mewujudkan visi besar sekaligus meningkatkan daya saing,” ucapnya.
Pesatnya perkembangan transformasi digital di Indonesia, Huawei menilai, perlu terimbangi dengan pemanfaatan sistem keamanan yang tinggi. Ini untuk menjaga privasi dan keamanan arus pertukaran data yang semakin deras.
Oleh karena itu, Huawei menyematkan sistem keamanan termutakhir di setiap solusi teknologi majunya. Seperti Huawei Cloud yang memiliki lebih dari 80 sertifikat keamanan global.
“Huawei Cloud mempunyai manajemen risiko yang dinamis dan berbasis AI untuk mengatasi dan menghindari ancaman sibeR,” pungkasnya. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"