KONTEKS.CO.ID – Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun juga menggelar Salat Idul Adha 1444 Hijriah.
Berdasarkan pantauan, seperti Salat Idul Fitri sebelumnya yang viral, Salat Idul Adha di Ponpes Al-Zaytun shaf jemaah pria dan wanita tetap secara sejajar.
Salat Idul Adha di Ponpes Al-Zaytun digelar di Masjid Rahmatan Lil Alamin, dalam kompleks pesantren.
Salat Idul Adha di Ponpes Al-Zaytun dipimpin langsung Panji Gumilang, baik sebagai khatib maupun imam.
Salat Idul Adha di Ponpes Al-Zaytun diikuti para santri dan pegawai ponpes yang berada di Desa Gantar, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat tersebut.
Buat Geger
Sejumlah foto yang menampilkan jemaah menunaikan Salat Ied di Pondok Pesantren Al-Zaytun, Kabupaten Indramayu membuat geger dan dan beredar di media sosial.
Diunggah di akun Instagram @kepanitiaanalzaytun nampak saf Salat Ied dibuat berjarak. Bahkan, ada jemaah perempuan di saf terdepan.
Jemaah perempuan tersebut pun masih berada di barisan terdepan saat mendengarkan khutbah.
MUI Buka Suara
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Indramayu, KH Satori mengaku tak paham cara Salat Ied di Ponpes Al-Zaytun tersebut.
Menurut KH Satori, perempuan seharusnya berada di barisan belakang laki-laki, meskipun secara hukum tidak haram dan tidak membatalkan salat.
“Ya, saya tidak tahu praktik. Ada perempuan di depan gitu ya secara hukum tidak haram dan tidak membatalkan tapi tata caranya tidak sesuai dengan tata cara anjuran Rasul tentang saf salat jadi perempuan kan di belakang tidak di depan,” kata KH Satori kepada wartawan, dikutip Senin 24 April 2023.
Sementara, terkait jarak antarjamaah, tidak ada imbauan terkait seperti pandemi Covid-19. Dengan demikian, barisan salat lebih rapat. Terlihat, tak satupun jemaah yang mengenakan masker.
“Sekarang kan sudah tidak ada lagi aturan pembatasan jarak dan sebagainya sudah tidak pandemi lagi tapi tidak tahu ada inisiatif siapa atau aturannya. Secara hukum yang salat itu rapat dan lurus barisannya seperti itu,” ujarnya.
KH Satori mengakui jika Ponpes Al-Zaytun terkesan sangat tertutup bahkan eksklusif. Menurutnya, tidak ada transparansi yang diterima oleh MUI hingga kini.
“Memang Al-Zaytun itu kan pesantren di Indramayu, eksklusif kita tidak bisa intervensi apa-apa dan kalaupun kita tidak suka juga susah, levelnya nasional pun kadang tidak ditanggapin gitu,” jelas Satori.
KH Satori mengaku, pihaknya tidak bisa berbuat banyak atau melakukan intervensi terhadap Ponpes Al-Zaytun.
“Jadi terkait dengan itu, ya kami tidak bisa mengintervensi sebab walaupun berada di Indramayu, masyarakat Indramayu tidak pernah bangga adanya Al-Zaytun di Indramayu gitu,” ujarnya.
“Sebab lagi-lagi ya eksklusif segala sesuatunya tidak mau dicampuri dan tidak ada seseorang pun yang bisa mempengaruhi,” kata KH Satori.
Menurut KH Satori, MUI pernah mendatangi Ponpes Al Zaytun. Namun, pihaknya tidak mendapat penjelasan yang pasti mulai dari tentang sumber dana hingga paham atau aliran yang diajarkan pondok pesantren itu.
“Saya dulu justru itu dulu waktu baru berdiri santrinya baru belasan ribu, saya masuk ke situ, ternyata Al-Zaytun itu susah, tidak transparan, sumber dana dari mana? Dari umat Islam. Ini alirannya apa? Kita ya pokoknya pakai aliran Islam. Gak ada aliran Ahlusunah Waljamaah, pahamnya siapa siapa gak ada,” jelas Satori.
“Karena itu kami tidak pahami tentang Al-Zaytun. Dan kami lebih baik diam daripada ada semacam konflik horizontal antara sesama umat islam,” tandasnya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"