KONTEKS.CO.ID – Mobil listrik Kementerian BUMN. Seluruh pejabat eselon I dan II Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kini resmi mengendarai kendaraan listrik per mulai hari ini, Rabu 3 Januari 2024.
Menteri BUMN, Erick Thohir, mengatakan, penggunaan kendaraan listrik sebagai kendaraan dinas menjadi langkah strategis transisi energi di ekosistem BUMN.
“Langkah mengadopsi kendaraan listrik untuk seluruh pejabat eselon I dan II Kementerian BUMN untuk menggunakan electric vehicle adalah yang pertama. Terobosannya adalah seluruh EV-nya tidak membeli, melainkan sewa,” ujar Erick, Rabu 3 Januari 2023.
Langkah selanjutnya, lanjut Erick, adopsi kendaraan listrik ini tidak hanya di tingkat Kementerian saja.
Menurut dia, komitmen untuk menggunakan kendaraan listrik sebagai kendaraan operasional juga tergaungkan di jajaran direksi BUMN.
Langkah tersebut sejalan dengan amanat Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Mobil Listrik Pejabat Kementerian BUMN Bikin Hemat 60%
Erick mengungkapkan, penggunaan kendaraan listrik secara langsung memberikan penghematan yang signifikan dibandingkan dengan kendaraan konvensional.
“Jika ditinjau dari pagu fasilitas SBM APBN untuk kendaraan listrik, terdapat penghematan sekitar 60 persen,” ucapnya.
Kampanye penggunaan EV sebagai kendaraan operasional, menurut Erick Thohir, tidak terlepas dari kebijakan besar Indonesia untuk memimpin di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT).
Di mana Indonesia saat ini sedang memacu transisi energi konvensional ke EBT. Salah satu program akselerasi EBT adalah mewujudkan lewat sistem kelistrikan di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Di IKN pemerintah membangun solar panel berkapasitas 50 MW dan akan terkembangkan menjadi 80 MW. Artinya, IKN akan jadi kota pertama di Indonesia yang sepenuhnya menggunakan listrik hijau.
Kemudian, pemerintah beberapa waktu lalu juga telah meresmikan PLTS Terapung Cirata berkapasitas 192 MWp. Bahkan, proyek yang terkerjasamakan dengan Masdar itu menjadi PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara.
“Sebenarnya 145 MW, tapi ada hitungannya itu 192 MW peak (MWp). Dengan kelebaran 20 persen, itu bisa menuju 800 MW. Itu lumayan, belum lagi hidronya,” tambah Erick.
Secara garis besar, Erick menegaskan proyek energi baru dan terbarukan harus punya manfaat yang besar bagi negara. Terutama, menjaga agar tarif listrik tidak memberatkan masyarakat.
“Hal seperti ini yang harus terjaga. Makanya transisi energi kita mundur 10 tahun ketimbang negara lain karena kita baru menjadi negara industri di era Pak Jokowi ini,” pungkasnya. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"