KONTEKS.CO.ID – Casey Stoner ngeri Honda dan Yamaha berhenti dari MotoGP setelah belakangan mengalami kesulitan di kelas bergengsi.
Casey Stoner khawatir Honda dan Yamaha bisa mengikuti jejak Suzuki keluar dari MotoGP usai masa sulit di kelas bergengsi.
Suzuki mengejutkan seluruh paddock dengan memutuskan berhenti dari MotoGP pada akhir tahun 2022.
Sesama pabrikan Jepang, Honda dan Yamaha telah berjuang sejak saat itu meskipun masing-masing memiliki juara MotoGP baru-baru ini di motor mereka.
Marc Marquez dari Honda memenangkan gelar pada 2019, Joan Mir dari Suzuki menang pada 2020 dan Fabio Quartararo dari Yamaha menang pada 2021.
Tapi Ducati saat ini mendominasi, dengan sesama orang Eropa KTM sebagai penantang terdekat, meninggalkan Honda Marquez dan Yamaha Quartararo mendekam di belakang.
Stoner, yang memenangkan dua kejuaraan kelas utama bersama Ducati dan Honda, mengkhawatirkan masa depan.
“Saya tidak berpikir Honda dan Yamaha harus disalahkan atas situasi saat ini,” beber Casey Stoner seperti dilaporkan Speedweek.
“Sebaliknya, saya pikir peraturan telah diubah untuk membantu pabrikan Eropa dengan aerodinamika mereka,” imbuhnya.
“Beberapa tahun lalu sebenarnya diputuskan untuk melarang semua alat bantu aerodinamis, tapi kemudian rencana ini tiba-tiba dibatalkan lagi,” tutur Stoner.
“Itulah mengapa Suzuki meninggalkan MotoGP dan saya khawatir Honda dan Yamaha juga akan pergi karena apa yang kami miliki sekarang bukanlah komitmen mereka,” kata pria berusia 37 tahun itu.
Pabrikan Jepang sulit kembangkan Aerodinamikan karena birokrasi
“Balap motor sekarang menjadi balap mobil Formula 1 dengan dua roda,” kata Stoner menyindir.
“Terakhir kali saya melihat, itu masih motor sport dan bukan Formula 1,” tambahnya.
“Beberapa tahun yang lalu dikatakan bahwa itu harus menuju ke arah yang berbeda, tetapi sekarang tiba-tiba berubah,” ujar Stoner lagi.
“Aerodinamika menghabiskan banyak sumber daya dan juga lebih sulit untuk mengembangkan sesuatu dengan cepat di Jepang daripada di Eropa, tetapi itulah yang dimaksud dengan aerodinamika,” ulas Stoner.
“Sulit untuk mengatakan apa yang ada di benak para pembuat keputusan di pabrikan Jepang, meski saya belum berbicara dengan mereka secara pribadi,” urai Stoner.
“Tapi faktanya mereka sedang berjuang dan mungkin tidak mau mengikuti perkembangan ini,” kata pria kelahiran Southport, Gold Coast, Queensland, Australia tersebut.
“Menurut pendapat saya, seharusnya tidak ada semua winglet dan semacamnya,” tukasnya.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"