KONTEKS.CO.ID – Permohonan perlindungan masyarakat kepada Lembaga Saksi dan Korban (LPSK) terus meningkat setiap tahunnya. Dari mulai kasus terorisme, kekerasan seksual seperti Putri Sambo hingga investasi bodong seperti Binowo.
Namun pelayanan permohonan perlindungan para korban dari Aceh sampai Papua ini, tidak diimbangi dengan jumlah anggaran setiap tahun yang diberikan pemerintah terhadap LPSK.
“Dalam praktiknya pada setiap tahunnya dana itu nggak cukup,” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu di Bandung, Sabtu (24/9/2022).
Edwin mengungkapkan permohonan perlindungan masyarakat kepada LPSK setiap tahunnya meningkat rata rata 2000 permohonan, dan diperkirakan hingga akhir tahun 2022 LPSK akan menerima 6000 lebih permintaan perlindungan. Padahal untuk menindaklanjuti setiap permohonan perlindungan, LPSK harus menyiapkan anggaran yang cukup besar untuk setiap laporan.
“Untuk proses sebuah permohonan perlindungan membutuhkan anggaran Rp 28 juta,” ungkapnya.
Edwin mengatakan di tahun 2021, LPSK mendapat anggaran Rp 77,3 miliar. Angka ini masih di bawah Komnas HAM, dengan anggaran Rp 100,2 miliar, PPATK 224,6 miliar, Kompolnas Rp 317,8 miliar. BNPT Rp 515,92 miliar. KPK Rp 1.055 triliun dan BNN Rp 1,68 triliun.
“Anggaran menggambarkan sejauh mana negara memberikan prioritas kepada kementerian lembaga terkait,” ujarnya.
Dampak minimnya anggaran, LPSK seringkali mengajukan Anggaran Biaya Tambahan (ABT) ke Kementerian Keuangan. Karena tanpa adanya bantuan anggaran dari Kementerian Keuangan LPSK bisa menjalan tugas dan fungsinya.
“Untungnya dalam beberapa tahun terakhir Kemenkeu mengabulkan (ABT). Semoga saja kebijakannya nggak berubah,” ucapnya.
Tak hanya anggaran LPSK juga terkendala oleh jumlah personil. Dari kebutuhan 1.553 pegawai, per awal September 2022, LPSK hanya memiliki 111 pegawai. Jumlah tersebut sudah mencakup empat perwakilan LPSK di daerah.
“Untuk bagian pengawasan, misalnya. Kami perlu 40 orang tapi sekarang baru 2 orang. Kami perlu 274 orang untuk perwakilan LPSK di daerah tapi sekarang baru punya 3 orang,” ungkapnya.
Edwin mengungkapkan LPSK telah berkali kali mengajukan permohonan tambahan kepada pemerintah, namun hanya direspon dengan jumlah yang jauh dari kebutuhan.
“Tidak Memadainya jumlah SDM, status pegawai pemerintah non pegawai negeri, komposisi anggaran, pendirian perwakilan LPSK di daerah dan penguatan kelembagaan menjadi tantangan tersendiri bagi kami,” pungkasnya.
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"