KONTEKS.CO.ID – Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) soal penundaan pemilu 2024 disebut senada dengan apa yang inginkan Istana.
Sebelumnya, PN Jakpus menghukum KPU untuk menunda Pemilu hingga Juli 2025. Putusan tersebut ada di poin lima dari putusan PN Jakpus yang mengabulkan gugatan Partai Prima.
Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun mengatakan, putusan PN Jakpus yang menghukum KPU agar tidak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024 dapat dimaknai menunda Pemilu.
“Jika kita cermati, itu senada atau serupa dengan keinginan orang-orang Istana,” kata Ubedilah, Minggu 5 Maret 2023.
Ubed, sapaannya menyampaikan, orang Istana tersebut adalah Menteri Investasi Indonesia merangkap Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
“Keinginan penundaan Pemilu itu ia (Bahlil) sampaikan berkali-kali secara gigih, tak kenal lelah dan tak kenal malu,” ujar Ubed.
“Hal senada juga disampaikan Menteri kesayangan Jokowi lainya, seperti Luhut Binsar Panjaitan, Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, dan Tito Karnavian,” lanjutnya.
Luhut bahkan mengeklaim berdasar big data, meski tak pernah bersedia berdebat tentang big data yang diklaimnya itu.
“Jadi, selain putusan PN Jakarta Pusat itu melanggar Pasal 22 UUD 1945, juga terlihat senada dengan keinginan orang-orang Istana,” kata Ubed.
“Ada skenario besar menunda Pemilu dan perpanjangan periode, karena muncul berkali-kali, lebih dari satu tahun terakhir,” imbuhnya.
Menurut Ubed, sempat muncul narasi susulan dari MPR RI. Dia lantas menyimpulkan, di belakang orang-orang Istana itu ada sosok paling bertanggung jawab dari narasi yang berani bertentangan dengan konstitusi dan nilai-nilai demokrasi, yaitu Presiden Jokowi.
Pasalnya, hingga kini Jokowi masih membiarkan para menterinya bermanuver soal penundaan Pemilu dan perpanjangan tiga periode.
“Saya kira sudah waktunya MPR/DPR menentukan sikap tegas, memberi sanksi kepada Jokowi. Peristiwa PN Jakpus ini melengkapi alasan DPR untuk membuka pintu, melangkah menuju proses impeachment,” tandasnya.
Sebelumnya, PN Jakpus menghukum KPU untuk menunda Pemilu hingga Juli 2025 atau 2 tahun 4 bulan 7 hari.
“Menghukum Tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari,” demikian bunyi putusan yang diketok oleh ketua majelis T Oyong dengan anggota Bakri dan Dominggus Silaban itu, Kamis 2 Maret 2023.
Bunyi putusan di atas terdapat pada poin lima dimana hakim memerintahkan KPU agar tahapan pemilu diulang dari awal sejak putusan diucapkan, yaitu 2 Maret 2023 hari ini. Artinya, 2 tahun 4 bulan dan 7 hari dari hari ini adalah 9 Juli 2025.
Partai Prima melayang gugatan perdata ke PN Jakpus dengan tergugat KPU dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Dalam gugatannya, Partai Prima mendalilan telah dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.
Akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Padahal setelah dipelajari dan dicermati oleh Partai Prima, jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS, ternyata juga dinyatakan Memenuhi Syarat oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"