KONTEKS.CO.ID – Pengacara Publik dari Pusat Bantuan Hukum Masyarakat (PBHM) Ralian Jawalsen menilai tuntutan hukum Jaksa Penuntut Umum 12 tahun penjara yang disematkan Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E membuktikan ketidakadilan hukum.
“Jaksa mengenyampingkan Justice Collaborator Bharada E. Kalau tidak dibongkar maka Ferdy Sambo tidak ditangkap dan akan bebas sampai hari ini. Itu yang tidak dipikirkan JPU,”terang Ralian dalam keterangan persnya, Rabu (18/01/2023).
Menurut Ralian, kronologis hukum yang terjadi karena tuduhan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi (PC), telah terjadi pelecehan yang dilakukan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Sehingga Ferdy Sambo yang pada saat itu menjabat Kadiv Propam Polri memerintahkan Bharada RE untuk melakukan penembakan kepada Brigadir J hingga tewas.
Ralian mempertanyakan, tuntutan hukuman yang dinilai ringan disematkan kepada istri mantan Kadiv Propam itu. Di Persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (8/1/2023), PC dituntut 8 tahun penjara.
“Dalam kasus tewasnya Brigadir J, Indonesia sebagai negara hukum tidak menunjukan kepastian hukum. Dan jaksa dalam hal ini mengabaikan Bharada E sebagai Justice Collaborator. Seharusnya jaksa dalam melakukan tuntutan hukum mempertimbangkan apa yang dilakukan Bharada E,” terang aktifis 1998 itu.
Lebih lanjut, Ralian mengatakan penembakan yang dilakukan Bharada E karena atas perintah atasan, Ferdy Sambo yang memiliki jabatan Kadiv Propam dengan pangkat jenderal bintang dua.
“Bharada E sangat dilematis pada saat itu. Dengan terpaksa menembak Brigadir J hingga tewas. Tapi jaksa harusnya mempertimbangkan jenis senjata yang digunakan Bharada E ketika menembak Brigadir J, tapi hal ini tidak,”ucap Ralian.
Menurutnya, jika menjadi Justice Collaborator diabaikan dalam persidangan maka akan semakin berpikir orang untuk menjadi justice collobrator. “Dan ini sangat tidak sehat bagi dunia hukum kita ke depan,”tukasnnya.
Dia mengatakan, kasus tewasnya Brigadir J dengan tuntutan hukum yang dilakukan terhadap Bharada E 12 tahun penjara membuktikan keadilan hukum masih jauh dari harapan masyarakat.
Tuntutan terhadap Bharada E sangat buruk bagi preseden hukum. Indonesia sebagai negara hukum hanya slogan belum menjadi kenyataan.
“Bila dipertontonkan hukum seperti ini maka masyarakat akan menyelesaikan hukum dengan caranya sendiri, dan ini sangat tidak sehat,”tegas Ralian. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"