KONTEKS.CO.ID – Hasil survei SMRC terinformasikan di sini. Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) hampir genap 10 tahun memerintah, yakni mulai 2014 hingga 2024. Muncul pertanyaan, apa persepsi rakyat terhadap pemerintahannya?
Menariknya, terbalik dengan hasil survei lainnya yang memuja-muji Jokowi, hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) justru sebaliknya.
Berdasarkan keterangan responden SMRC, 52% rakyat menilai pemerintah sering melanggar konstitusi atau perundang-undangan.
“Sedangkan 51% responden merasa semakin banyak warga yang takut bicara politik. Demikian temuan survei SMRC yang digelar Oktober 2024,” ungkap pendiri SMRC, Prof Saiful Mujani, dalam program Bedah Politik di kanal Youtube SMRC TV, terlihat Rabu 15 Oktober 2024.
Saiful memperlihatkan dalam 10 tahun pemerintahan Jokowi, tingkat ketakutan bicara politik meningkat dari 22% menjadi 51%. Begitu juga ketakutan atas kesewenang-wenangan aparat penegak hukum naik dari 32% menjadi 51%.
“Lalu ketakutan ikut organisasi naik dari 14% ke 28%, ketakutan menjalankan agama naik dari 7% ke 21%. Dan persepsi atas pelanggaran konstitusi dan undang-undang oleh pemerintah melonjak dari 40% ke 52%.
Kemudian Saiful menunjukkan otokratisasi atau proses menuju keadaan Indonesia yang otokratik atau otoritarian ini terasakan terutama oleh warga yang berpendidikan SLTP ke atas.
Hasil Survei SMRC: Orang Berpendidikan Percaya Rakyat Takut Bicara Politik
Ada 51% warga berpendidikan perguruan tinggi yang menyatakan selalu atau sangat sering sekarang masyarakat takut bicara soal politik. Hanya 43% warga berpendidikan SD yang menyatakan demikian.
Dari kelompok berpendidikan perguruan tinggi yang merasa sekarang pemerintah selalu atau sering mengabaikan konstitusi atau perundang-undangan 58%. Sedangkan dari kalangan lulusan SD 40%.
Sebanyak 53% warga dari lulusan perguruan tinggi yang menyatakan sekarang warga selalu atau sering takut karena penangkapan semena-mena aparat hukum, dari kelompok lulusan SD hanya 46%. Sementara pertanyaan tentang ikut organisasi dan melaksanakan ajaran agama, tidak terlihat perbedaan respons yang mencolok dari tingkat pendidikan yang berbeda.
Penilaian atas kondisi demokrasi yang disampaikan Saiful Mujani berasal dari hasil survei nasional 10 tahun terakhir yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Survei terakhir berlangsung dalam periode 4-11 Oktober 2024. Metode survei ini adalah multistage random sampling dengan jumlah sampel valid 994, margin of error plus-minus 3,2% pada tingkat kepercayaan 95%.
Wawancara terlakukan lewat tatap muka oleh pewawancara terlatih dengan responden.
Menurut Saiful, data-data ini menunjukkan gejala menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia di masa pemerintahan Joko Widodo.
“Menurunnya kinerja demokrasi dari demokrasi yang hampir terkonsolidasi sebelum Presiden Jokowi memimpin menjadi otokrat atau otoritarianisme telah terjadi. Terutama pada lima tahun terakhir Indonesia di bawah kepemimpinannya,” ungkap Guru Besar ilmu politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu.
Indonesia Menuju Negara Otoritarian
Ia menjelaskan, otokratisasi atau proses Indonesia menjadi negara otokrat atau otoritarian ini juga terperlihatkan oleh penilaian ahli Indonesia yang V-Dem himpun. Mereka menilai memburuknya indeks demokrasi elektoral, pengawasan pemerintah, kesetaraan tiap warga di muka hukum, dan perlindungan terhadap minoritas.
Pada 2004, dalam skala 0-1, di mana 0 sangat buruk dan 1 sangat baik, indeks demokrasi elektoral Indonesia menurut V-Dem ada di angka 0,7.
Angka ini relatif stabil di masa pemerintahan Susilo Bambang-Yudhoyono di mana pada 2014, skor demokrasi elektoral Indonesia ada di angka 0,67.
Angka kemudian menurun di sepanjang pemerintahan Joko Widodo: 0,6 di 2019 dan 0,54 pada 2023. Pada komponen liberal, skor Indonesia bergerak dari 0,53 di 2004, 0,52 pada 2014. Lalu menurun menjadi 0,46 pada 2019 dan terus merosot menjadi 0,36 pada 2024.
“Kesimpulannya adalah sedang terjadi kemerosotan demokrasi selama pemerintahan Joko Widodo. Atau dalam bahasa V-Dem, Indonesia sedang mengalami otokratisasi,” pungkas Syaiful. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"