KONTEKS.CO.ID – Viral di lini masa X atau Twitter terkait video berkonten produk dengan nama “tuyul”, “tuak”, “beer”, dan “wine” bisa mengantongi sertifikat halal.
Tak ingin menimbulkan polemik, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) pun angkat bicara.
“Pertama, kami jelaskan bahwa persoalan ini terkait penamaan produk. Jadi bukan soal kehalalan produknya,” kata,” kata Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Mamat Salamet Burhanudin, di Jakarta, mengutip Rabu 2 Oktober 2024.
Artinya, sambung Mamat Salamet, masyarakat tidak perlu ragu bahwa produk yang telah bersertifikat halal terjamin kehalalannya. Sebab hal itu setelah melalui proses sertifikasi halal dan mendapatkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal sesuai mekanisme yang berlaku.
“Hal kedua, penamaan produk halal sebetulnya sudah teratur oleh regulasi melalui SNI 99004:2021 tentang persyaratan umum pangan halal. Juga, Fatwa MUI Nomor 44 tahun 2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk dan Kemasan Produk yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal,” tambahnya.
Nama Produk Halal Tak Boleh Bertentangan dengan Syariat Islam
Peraturan itu menggarisbawahi bahwa pelaku usaha tidak dapat mengajukan pendaftaran sertifikasi halal terhadap produk dengan nama produk bertentangan dengan syariat Islam. Atau bertentangan dengan etika dan kepatutan yang berlaku dan berkembang di masyarakat.
“Namun pada kenyataannya masih ada nama-nama produk tersebut mendapatkan sertifikat halal, baik yang ketetapan halalnya dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI maupun Komite Fatwa Produk Halal. Hal ini terjadi karena masing-masing memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait penamaan produk. Hal ini dibuktikan dengan data kami di Sihalal,” paparnya.
Ia mencontohkan, produk dengan nama menggunakan kata “wine” yang sertifikat halalnya terbit berdasarkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI berjumlah 61 produk. Lalu 53 produk sertifikat halalnya terbit berdasarkan penetapan halal dari Komite Fatwa.
Contoh lainnya, lanjut Mamat Salamet, produk dengan nama menggunakan kata “beer” yang sertifikat halalnya terbit berdasarkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI berjumlah 8 produk. Dan 14 produk sertifikat halalnya terbit merujuk penetapan halal dari Komite Fatwa.
Sertifikat Halal Sudah Lolos dari Komisi Fatwa MUI
“Perlu kami sampaikan juga untuk produk-produk dengan nama menggunakan kedua kata tersebut yang ketetapan halalnya dari Komisi Fatwa MUI adalah produk yang telah melalui pemeriksaan dan/atau pengujian oleh LPH. Dengan jumlah terbanyak berasal dari LPH LPPOM sebanyak 32 produk. Selebihnya berasal dari lembaga yang lain,” katanya lagi.
Data mencerminkan fakta adanya perbedaan pendapat di antara ulama mengenai penamaan produk dalam proses sertifikasi halal. Perbedaan itu pun sebatas soal boleh atau tidaknya penggunaan nama-nama itu saja. Namun tidak terkait dengan aspek kehalalan zat dan prosesnya yang memang telah terpastikan halal.
Sementara itu, Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan JPH, Dzikro, mengatakan, kondisi ini masih dalam ruang lingkup proses penyelenggaraan layanan sertifikasi halal. Hal itu berdasarkan perintah undang-undang pelaksanaannya terlakukan oleh ekosistem layanan yang luas dan melibatkan banyak aktor.
“Untuk itu, BPJPH mengajak semua pihak untuk duduk bersama, berdiskusi dan menyamakan persepsi, agar tidak timbul kegaduhan di tengah masyarakat terkait nama-nama produk. Sehingga masyarakat tidak ragu untuk mengonsumsi produk-produk bersertifikat halal karena telah terjamin kehalalannya.” tegas Dzikro.
BPJPH juga mengimbau dan mengingatkan kembali seluruh pihak tentang kewajiban sertifikasi halal tahap pertama. Ini akan berlaku setelah 17 Oktober 2024. Khususnya untuk produk makanan dan minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan.
Terpisah, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengaku bakal mengkaji kembali produk yang ternilai tak layak mengantongi sertifikasi halal. Tetapi mendapatkan nomor sertifikasi halal.
“Saya belum tahu, kalau begitu kita cek dulu ya. Benar tidak seperti itu,” kata Menag Yaqut saat di Tokyo, Jepang, mengutip Antara, akhir pekan kemarin.
Hal itu menyusul keluhan masyarakat yang menemukan sejumlah nama produk yang teranggap tidak memenuhi unsur halal. Sayangnya produk tetap muncul dalam aplikasi BPJPH. Di antaranya, bir, rum, dan wine. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"