KONTEKS.CO.ID – Izin penyelenggaran MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB) membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkaget-kaget.
Bahkan, Jokowi mengaku lemas saat mengetahui berbelit-belitnya proses perizinan penyelenggaran MotoGP di Mandalika, NTB.
Menurut Jokowi, ada 13 izin atau surat rekomendasi yang harus dipenuhi untuk menggelar MotoGP di Mandalika, NTB.
Padahal, pergelaran MotoGP memberikan dampak ekonomi yang luar biasa.
“MotoGP di Mandalika. Saya cek ke panita, ini efeknya luar biasa, dampak ekonominya Rp 4,3 triliun. Bisa menyerap, melibatkan tenaga kerja 8.000, UMKM yang terlibat kurang lebih 1.000,” ujar Jokowi di acara peluncuran “Digitalisasi Pelayanan Perizinan Penyelenggaraan Event” di Jakarta Selatan, Senin 24 Juni 2024.
“Tapi begitu saya tanya, bagaimana mengenai perizinan, lemes saya. Ternyata ada 13 izin yang harus diurus,” imbuh Jokowi.
Panitia, kata Jokowi, harus mengurus surat persetujuan ke desa, mengantongi surat rekomendasi dari Ikatan Motor Indonesia (IMI) NTB, IMI pusat, polsek hingga Polri.
Selanjutnya, surat dukungan dari RSUD NTB, surat izin dari Dinas Kebakaran NTB, serta surat pemberitahuan ke pihak Bea Cukai, Kawasan Ekonomi Khusus NTB, dan INSP.
“Kalau saya jadi penyelenggara event itu, lemes dulu sebelum bertanding event-nya. Mungkin masih ada tambahan lagi ini izin yang sudah saya sebut mungkin ada tambahan lagi,” katanya.
“Atau mungkin duit saya sudah habis dulu sebelum event-nya terjadi. Ini fakta,” kata Jokowi.
Dorong Izin Lebih Ringkas
Selain itu, prosedur perizinan yang berbelit-belit juga dialami penyelenggara konser musik hingga acara olahraga.
“Betapa sangat beratnya menjadi penyelenggara event di Indonesia. Padahal, event di Indonesia itu setiap tahun, sekarang sebelum pandemi ada 4.000 event kurang lebih, sekarang 3.700 event,” jelasnya.
Lantaran itu, Jokowi mendorong instansi terkait menyusun sistem perizinan penyelenggaraan event yang lebih ringkas.
Meski pemerintah sudah meluncurkan online single submission (OSS) untuk penyelenggaraan event, Jokowi tetap menekankan sistem tersebut harus terus diawasi.
Sebab, ada kementerian yang telah dibuatkan OSS tetapi sistem tersebut dimatikan karena tidak pernah dipantau.
Imbasnya. sistem perizinan kembali dilakukan secara manual yang membuka celah terjadinya perilaku korupsi.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"