KONTEKS.CO.ID – Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Anita Jacoba, menjadi sorot karena marah terkait persoalan realisasi anggaran pendidikan dan juga soal kekurangan anggaran hingga Rp15 triliun.
Dalam rapat kerja Komisi X DPR dengan jajaran di Kemendikbud yang juga dengan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, Anita Jacoba bahkan meminta pimpinan Komisi X untuk memberikan rekomendasi kepada KPK untuk memeriksa Kemendikbud Ristek.
“Kita mengetahui semua bahwa ada kekurangan anggaran Rp15 triliun. Mari kita koreksi diri, kenapa ini terjadi. Anggaran yang sudah diberikan begitu banyak tahun 2024 apakah sudah digunakan dengan baik atau tidak,” ujar Anita di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, 5 Juni 2024.
Anita Jacoba kemudian meluapkan kemarahan karena realisasi anggaran Kemendikbud ternyata masih bermasalah. Bahkan anggaran itu tidak sampai pada penerima dan tidak sesuai peruntukan.
Dia bahkan geram karena di daerah pemilihannya di Nusa Tenggara Timur (NTT), ada 17 bangunan sekolah yang sampai sekarang belum selesai pembangunannya. Padahal pembangunan itu sudah dianggarkan sejak tahun 2021.
Selain itu, Anita juga menyinggung soal guru-guru di daerah terpencil yang hingga kini belum menerima tunjangan mereka.
“Guru-guru daerah terpencil masih banyak yang belum terima juga tunjangannya, Banyak bangunan sekolah yang masih terbengkalai padahal dari 2021 anggarannya. Saya kasih contoh di Kabupaten Kupang ada 17 bangunan sekolah dari 2021 sampai sekarang tidak terselesaikan,” ujarnya
Menurut Anita, persoalan realisasi anggaran pendidikan juga mengalami masalah dari Program Indonesia Pintar (PIP), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan dana bos.
Karena itu, dia menantang Kemendikbud turun bersama langsung ke lapangan memeriksa apakah PIP diterima dengan baik. Karena banyak yang masuk dalam data penerima tetapi tidak pernah menerima.
“Kalau anda hanya turun, turun hanya di dinas, semua jawabannya bagus. Tapi coba turun ke rakyat, turun ke penerima orang tua kalau enggak lihat itu orang tua punya air mata. Omong kosong, nama ada, SK ada, uang nol. Sampai hari ini,” katanya.
Anita merasa kecewa karena permasalah ini membuat persoalan di daerah tertinggal membuat daerah tersebut tetap menjadi daerah teringgal. Dia mempertanyakan keadilan untuk daerah-daerah teringgal.
“Mana keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Pak Menteri! Saya sangat kecewa,” kata Anita sambil memukul tangan ke meja.
Bahkan Anita berpendapat agar tidak ada penambahan anggaran untuk Kemendikbud dalam alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Tapi sebaliknya, Anita meminta agar pimpinan Komisi X DPR RI melayangkan rekomendasi ke KPK agar memeriksa anggaran di Kemendikbud.
“Saya minta bapak ibu pimpinan, kita berikan rekomendasi kepada KPK, periksa apa yang ada di Kemendikbud karena ini ada banyak persoalan, PIP, KIP, dana bos, banyak hancur ini,” katanya.
“Tolong ibu saya minta ke pimpinan, kita berikan rekomendasi ke KPK, periksa dari tahun 2021, 2022, 2023. Enggak usah tambah anggaran kalau memang banyak korupsi, uang negara habis bukan untuk rakyat,” kata Anita dengan nada kesal.
Kemaran Anita kembali terjadi saat dirinya kebijakan yang dibuat Kemendikbud, terkait Peraturan Sekretariat Jenderal (Persesjen) yang dikeluarkan oleh Sekjen Kemendikbud Suharti.
Aturan itu menyebut bahwa dinas pendidikan harus melakukan verifikasi atas data yang direkomdasikan oleh Komisi X DPR.
Anita marah karena DPR yang merupakan lembaga negara harus diverifikasi oleh dinas. Padahal DPR adalah lembaga yang menentukan anggaran.
Apalagi data yang digunakan adalah data pokok pendidikan (dapodik). Karena itu, Anita marah, kenapa DPR harus diverifikasi lagi oleh setingkat dinas pendidikan.
“Jangan begitu dong bikin persesjen memalukan Bu Setjen. Ya iya lah. Anda jangan senyum. Anda membuat persesjen data kita diverifikasi oleh dinas. Mending kalau kepala dinasnya bersih. Kalau kepala dinasnya justru yang mencuri uang PIP bagaimana Ibu?” kata Anita yang mengarahkan omongannya kepada Suharti.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"