KONTEKS.CO.ID – Peristiwa perubahan sistem pemerintahan yang bermula terpusat atau sentralistik, pada pasca reformasi berganti menjadi desentralisasi (otonomi daerah).
Beberapa ahli menyebutkan istilah itu sebagai “Big Bang Decentralization” semacam ledakan atau dentuman besar terkait perubahan kebijakan desentralisasi secara drastis.
Menurut Sekretaris Jenderal DPP Pandawa Nusantara, Faisal Anwar, melalui implementasi konsep otonomi daerah, diharapkan bahwa Indonesia dapat menciptakan sistem pemerintahan yang lebih demokratis, responsif, dan berkelanjutan, serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah negara.
“Implikasi dari konsensus sistem pemerintahan ini, sekarang jumlah wilayah Provinsi dan Kab/kota seluruh Indonesia sebanyak 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota,” kata Faisal Anwar dalam keterangan pada Kamis, 25 April 2024.
Peringatan hari otonomi daerah (OTDA) yang diperingati setiap tanggal 25 April 2024, telah memasuki 28 tahun. Kegiatan tahunan ini menjadi pembuktian bagi kepala daerah yang telah berbakti dan berkontribusi terhadap daerahnya masing-masing.
Mereka yang berprestasi diberikan Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha oleh pemerintah pusat kepada. Gubernur, bupati dan wali kota.
Selain itu, momentum hari Otda kali ini penting karena pada tahun ini akan dilaksanakan pemilihan kepala daerah secara serentak seluruh Indonesia yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024 mendatang.
“Artinya kepala pemerintahan pusat dan daerah adalah produk dari sistem pemilu serentak pilpres, pileg dan Pilkada tahun 2024,” katanya.
Kebijakan Moratorium DOB
Disampaikan Faisal Anwar, sejak tahun 2014 sampai dengan saat ini, pemerintah masih memberlakukan moratorium Daerah Otonomi Baru (DOB).
Hal ini dilakukan karena beberapa alasan dari pemerintah, antaranya pertama, belum selesainya Grand Design dan Evaluasi terhadap daerah otonomi daerah (DOB) yang selama ini sudah dilakukan yang nantinya akan mengkaji seberapa ideal dan maksimalnya jumlah provinsi, kabupaten/kota di Indonesia hingga tahun 2025.
“Ini berarti setelah tahun 2025 kemungkinan moratorium akan dibuka kembali dengan melihat segala potensi dan permasalahan dalam pemekaran daerah,” katanya.
Kedua, penetapan daerah perbatasan dan penataan asset. Ketiga, pengalihan pembiayaan dan penyediaan sarana dan prasarana, dan keempat, penataan wilayah dan regulasi yang lemah terhadap pembentukan dan penggabungan daerah.
Oleh sebab itu, moratorium akan terus berlanjut hingga tahun 2025 sesuai dengan grand design penataan daerah.
Harapan Pada Pemerintahan Baru
Pergantian pemerintahan dari Presiden Joko Widodo kepada Presiden Prabowo Subianto akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2024. Mulai saat itu, Prabowo secara defacto dan dejure memimpin bangsa Indonesia untuk lima tahun ke depan.
Terkait dengan perjalanan otonomi daerah, diharapkan Presiden Prabowo memberikan keputusan yang tegas terhadap kebijakan moratorium bagi DOB.
“Kebijakan ini diharapkan dapat diambil dengan penuh perhitungan yang matang, analisa yang mendalam dan evaluasi yang menyeluruh dari pelaksanaan otonomi daerah yang telah dimekarkan,” ujar Faisal Anwar.
Selain itu, tidak mungkin menutup mata jika ada beberapa wilayah yang telah dinilai memenuhi syarat untuk diberlakukan pemekaran.
“Maka patut untuk dipertimbangkan untuk diberikan opsi untuk diberlakukan pemekaran daerah secara terbatas. Begitu juga, jika ada daerah yang dari hasil evaluasi masih berada di bawah batas penilaian keberhasilan desentralisasi, patut juga untuk diberikan opsi-opsi untuk digabungkan dengan daerah yang terdekat sehingga pelayanan dan kesejahteraan rakyat dapat terpenuhi dengan baik,” katanya.
Dengan mengoptimalkan otonomi daerah melalui langkah-langkah teresebut, diharapkan dapat tercapai pemerintahan yang lebih responsif, efisien, dan berorientasi pada kepentingan dan kesejahteraan masyarakat di tingkat lokal.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"