KONTEKS.CO.ID – Tim Hukum Ganjar Pranowo dan Mahfud MD kembali menegaskan bahwa kecurangan pada Pemilu 2024 terlihat dengan kasat mata, jelas dan nyata.
Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan, apa yang disampaikan termohon dan paslon 02, juga Bawaslu, tentang banyak hal. Mulai dari pernyataan salah kamar, hingga cacat formil, merupakana paradigma yang berbeda.
Tapi menurut Todung, dapat disimpulkan selain ada perbedaan paradigma, juga ada perbedaan narasi. Bahkan bila dikatakan ada kontestasi narasi, Todung memastikan bahwa hal tersebut tidak salah.
“Karena paradigma yang dibangun dari teman-teman termohon, maupun pihak terkait beda dengan paradigma yang kami bangun,” kata Todung di Mahkamah Konstitusi usai sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu 2024, pada Kamis, 28 Maret 2024.
Dijelaskan Todung, bahwa Tim Hukum Ganjar-Mahfud sangat dinamis dan melihat permasalah yang terjadi saat ini jauh hingg ke depan.
“Tapi temen-teman yang sangat formalistik, sangat normatif, itu akan selalu mengatakan ini salah kamar, ini obscure, kabur, dan sebagainya,” ujar Todung.
Tapi Todung menegaskan bahwa bagi tim hukum Ganjar-Mahfud, tidak ada yang samar atau kabur dalam gugatannya. Terutama terkait dengan kecurangan yang terjadi pada Pemilu 2024. Bahkan semua terlihat dengan jelas dan kasat mata.
“Semua itu telanjang, semua itu kasat mata. Ketika kami bicara mengenai politisasi bansos, ketika kami bisa mengintervensi kekuasaan, ketika kami bicara kriminalisasi pejabat desa, ketika kami bicara banyaknya intimidasi dan ancaman, semua itu nyata, semua itu kongkrit,” kata Todung.
“Ini yang mungkin tidak dipahami teman-teman dari termohon, dari pihak terkait dan pihak bawaslu,” ujar Todung lagi.
Karena itu, Tim Hukum Ganjar-Mahfud tetap menganggap kalau Mahkamah Konstitusi (MK) adalah tempat untuk menyelesaikan semua perselisihan hasil pemilihan umum.
Tapi jangan sampai dikatakan bahwa MK hanya akan menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan peroleh suara dan perbedaan suara.
“Jadi salah kalau dikatakan bahwa Mahkamah Konstitusi hanya menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan perolehan suara, dan perbedaan perolehan suara. Itu persepsi yang sangat sempit,” katanya.
Todung kemudian mencontohkan pengalaman di Austri, Kenya, di Malawi, semua pemeriksa persoalan persengketaan pemilihan umum itu dalam persepektif yang sangat holistik,” katanya.
Karena itu, MK adalah tempat untuk menyelesaikan semua persoalan pemilihan umum. Bukan hanya persoalan perolehan suara, tetap juga mengenai pelanggaran yang disebut tersetruktur, sistematis dan masif (TSM).***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"