KONTEKS.CO.ID – Keputusan Presiden Jokowi memberi kenaikan pangkat kehormatan kepada Prabowo Subianto melanggengkan impunitas dan semakin menjauhkan pelaku pelanggaran HAM berat dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis demokrasi pada 1997-1998 dari proses hukum.
Juru Bicara Forum Rakyat Demokratik (PRD) Petrus Hariyanto menyampaikan, upaya Jokowi yang ingin memperat relasinya dengan Prabowo Subianto dengan penganugerahan pangkat jenderal kehormatan jelas melukai hati keluarga korban penculikan dan penghilangan paksa.
“Presiden Jokowi juga semakin melukai hati keluarga korban penghilangan paksa dengan tidak memenuhi janjinya untuk mengembalikan para korban dan justru mengembalikan pelaku ke kursi kekuasaan tertinggi negara,” Petrus Hariyanto dalam keterangan pada Kamis, 29 Februari 2024.
Petrus Hariyanto yang juga narapidana politik yang pernah mendekap di penjara saat pemerintahan Soeharto menegaskan, sikap dan kebijakan Jokowi telah menginjak-injak perjuangan rakyat dalam meruntuhkan tirani otoritarianisme orde baru dan membangun demokrasi dengan pengorbanan dan nyawa para pejuang demokrasi.
Padahal Prabowo jelas-jelas telah diberhentikan dari dinas kemiliteran oleh Dewan Kehormatan Perwira, sekitar bulan Agustus 1998. Alasannya melanggar Sapta Marga, sumpah prajurit, etika keprajuritan, serta penghilangan paksa aktivis 1997/1998 (tindak pidana).
Dalam dokumen tersebut, selain menculik aktivis, Letnan Jenderal Prabowo disebutkan melaksanakan dan mengendalikan operasi dalam rangka stabilitas nasional yang bukan menjadi wewenangnya tetapi menjadi wewenang Pangab.Â
Aktivis 98 itu menyatakan, tindakan seperti tersebut di atas berulang-ulang dilaksanakan yang bersangkutan, seperti pelibatan Satgas di Tim-Tim dan Aceh, pembebasan sandera di Wamena Irja, pelibatan Kopassus dalam pengamanan presiden di Vancouver, Kanada.
“Prabowo Subianto adalah contoh Perwira Tinggi ABRI yang berkelakuan buruk dan suka melawan atasan,” tegas teman Budiman Sutjatmiko di LP Cipinang tahun 1996 sampai dengan 1999.
Menanggapi Kapuspen TNI yang menyatakan bahwa Prabowo diberhentikan secara terhormat sehingga memenuhi syarat kelayakan menerima kenaikan pangkat kehormatan, Petrus Harinyanto menambahkan bahwa pengetahuannya menyebutkan bahwa diberhentikan secara terhormat biasanya terjadi saat memasuki masa pensiun.Â
Fakta sejarah menunjukkan bahwa Prabowo dipecat dari ABRI karena menculik aktivis dan sering melakukan aksi sendiri tanpa perintah atasan ABRI.
“Pernyataan Kapuspen ABRI itu manipulasi sejarah dan mencoreng nama baik TNI sendiri,” katanya.
Menurut Petrus Hariyanto, sebagai Presiden, Jokowi seharusnya melaksanakan empat rekomendasi DPR RI tentang Penghilangan Paksa Aktivis Tahun 2009, salah satunya adalah menggelar Pengadilan HAM Ad Hoc untuk mengadili Prabowo Subianto, bukan justru memberikan kenaikan pangkat kehormatan.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"