KONTEKS.CO.ID – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, menilai praktik serangan fajar saat pemilu adalah kultur buruk di Indonesia.
Karena itu, Haedar Nashir menentang praktik serangan fajar. Menyikapi hal itu, maka butuh jiwa, etika, dan tindakan luhur.
“Serangan Fajar telah menjadi kultur buruk di negeri tercinta ini. Di sinilah pentingnya jiwa, etika, dan tindakan luhur para kontestan, serta seluruh pihak pendukungnya agar pemilu dilakukan secara bersih,” kata Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu, mengutip Selasa 13 Februari 2024.
Haedar memandang, kontestasi di ajang Pemilu merupakan ujian bagi martabat dan marwah bangsa Indonesia. Karena itu, seluruh pihak patut intropeksi diri dan ikhtiar sungguh-sungguh untuk memperbaiki kondisi bangsa dan negara.
Setelah melalui lima kali pemilu, seharusnya bangsa ini semakin dewasa dan arif dalam melaksanakan hajatan lima tahunan ini. Belajar dari kesalahan-kesalahan masa lalu mutlak diperlukan oleh bangsa Indonesia jika ingin maju.
Serangan Fajar dan Masa Tenang Pemilu
Terkait masa tenang Pemilu 2024, Haedar Nashir mengingatkan semua pihak untuk mengerem kampanye dan hal lain sebagainya yang terlarang.
Ia berharap Pemilu 2024 ini berjalan dengan bersih, sekaligus melahirkan pemimpin Indonesia yang autentik dan berhasil membawa Indonesia ke puncak kejayaan.
Pada masa tenang ini, sambung Haedar, sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka seluruh kontestan supaya jangan melakukan aktivitas kampanye baik di media cetak, elektronik. Termasuk jaringan media sosial, iklan, reklame dan lain sebagainya.
“Seluruh pihak harus taat peraturan, setiap pelanggaran ada tindakan hukumnya. Namun kegiatan politik tidak jarang memiliki kecerdikan menyiasati aturan,” pungkasnya.
Sebelumnya terberitakan, MUI mengharamkan praktik serangan fajar dalam pesta demokrasi lima tahunan. Peringatan serangan fajar pemilu haram Majelis Ulama Indonesia sampaikan sehari sebelum pencoblosan besok, 14 Februari 2024.
“Setelah mendengar visi misi calon dalam masa kampanye, saatnya kita kontemplasi dan memilih sesuai hati yang jernih. Meminta pertolongan Allah SWT agar memberi pemimpin yang shiddiq atau jujur, yang amanah atau dapat terpercaya,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Niam Sholeh di sela-sela Rapat Pimpinan Harian rutin MUI di Aula Buya Hamka, Jakarta, Selasa 13 Februari 2024. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"