KONTEKS.CO.ID – Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo atau Romo Benny, melihat penyelenggaraan pemilu tetap dibayang-bayangi oleh konflik serta perpecahan antar masyarakat.
Perpecahan dan argumentasi dengan menggunakan istilah atau kata-kata yang melecehkan bukanlah hal yang baru, baik secara langsung, atau di media sosial.
Masyarakat dengan mudahnya terbawa emosinya untuk saling mencaci-maki karena perbedaan pilihan. Buzzer politik menggunakan pengaruhnya untuk mempengaruhi opini publik dan mempromosikan agenda politik yang mereka anut dan junjung, atau agenda politik yang mampu memenuhi kebutuhan serta keinginan mereka.
“Keberadaan ‘buzzer politik’ tidaklah selalu negatif dan tidak etis, namun, jika mereka terlibat dalam praktek manipulatif dan menyebarkan informasi palsu, hal itu dapat menimbulkan masalah etika, serta semakin mendorong perpecahan di dalam masyarakat sendiri,” ujar Romo Benny pada Senin, 29 Januari 2024.
Sangat disayangkan, pada masa pesta demokrasi bagi bangsa Indonesia, perpecahan dan polarisasi masyarakat terjadi dan terus menerus, bahkan terus berlangsung sampai pemilu-pemilu berikutnya.
“Ini sangat mencederai nilai persatuan yang terkandung pada Pancasila,” katanya.
Pemilu 2024 Harus Jujur dan Adil
Pemilu 2024 ini sangat diharapkan dapat terlaksana secara damai, baik sebelum, saat pelaksanaan, ataupun setelahnya.
Perpecahan masyarakat tidak boleh berlanjut terus menerus. Berbeda pilihan tidaklah menjadi sebuah permasalahan, tetapi sebuah hal yang lumrah terjadi, apalagi di negara yang majemuk seperti Indonesia.
Tapi masyarakat harus disadarkan dengan pelaksanaan pemilu yang damai. Mereka merasakan bahwa pemilu adalah sebuah pesta kegembiraan, bukan kompetisi tanpa batas.
“Pemilu harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilu harus memberikan jalan sebesar-besasrnya pada partisipasi yang inklusif, menjadi partisipasi semua kelompok masyarakat, tanpa terkecuali,” katanya.
Pemilu harus transparansi untuk menciptakan kepercayaan masyarakat pada hasil pemilihan. Kemudian edukasi pemilih sangat dibutuhkan, agar masyarakat mengerti tentang prosese pemilihan, hak dan kewajiban mereka, serta pentingnya partisipasi politik yang damai.
Selain itu, penegakan hukum terjamin terjadi adil dan efektif. Ini demi membantu menyelesaikan konflik secara damai dan mencapai kesepakatan yang dapat diterima semua pihak.
Kemudian juga media yang independen sehingga dapat memberikan informasi yang akurat dan objektif.
Netralitas oleh pejabat publik dan birokrat. Mereka harus tetap netral dan tidak memihak kepada salah satu kandidat atau partai politik selama proses pemilu.
“Termasuk kampanye. Netralitas penting untuk menjaga integritas pemilu dan memastikan bahwa pemilihan dilaksanakan secara adil dan transparan,” ujarnya.
Hal ini, bila benar dilaksanakan oleh semua pihak, akan mampu menciptakan suasana pemilu yang damai dan riang gembira, serta menyenangkan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
“Tanpa adanya transparansi. Kepercayaan masyarakat akan pemilu semakin menurun,” katanya.
Romo Benny melihat bahwa isu pemilu akan dilakukan tidak transparan semakin berhembus, membuat masyarakat semakin gusar.
Hal inilah yang, secara garis besar, menyebabkan perpecahan tersebut. Masyarakat tidak ingin pemilu berjalan tidak pada mestinya, dan seharusnya, pemerintah sebagai penyelenggara, menyadari betul keresahan ini.
Netralitas birokrat serta penegakkan hukum, dan pemilu yang transparan dan profesional harus diperkuat dan ditunjukkan oleh semua elemen pemerintahan tanpa terkecuali.
Meski presiden dan menteri, gubernur, bupati, walikota, dan wakil rakyat petahana, dapat menjalankan kampanye, tetapi perlu diperhatikan bahwa kampanye itu harus dlaksanakan dengan tidak menggunakan fasilitas negara.
Walaupun begitu, etika kepantasan publik juga harus diperhatikan. Fasilitas negara tidak boleh digunakan untuk kampanye. Mereka harus cuti dan harus ditunjukkan secara jelas kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak perlu takut tentang posisi netral birokrat.
“Saya mengharapkan, untuk pemilu kedepannya, hal ini perlu dirinci serta ditegakkan, sehingga tidak menimbulkan isu-isu yang semakin menyakiti kepercayaan masyarakat. Begitupun dengan penegakkan hukum,” kata Romo Benny.
Terkait dengan pelanggaran pemilu, pemerintah atau Bawaslu, KPU harus dilakukan secara progresif untuk melihat dan menelaah aduan tersebut, berdasarkan pada kemajuan serta etika dan moral bangsa Indonesia.
Masyarakat perlu diberikan edukasi yang baik dan benar tentang bagaimana menjadi pemilih yang cerdas dan kritis.
Bentuk-bentuk kampanye dengan pemberian secara langsung, apapun bentuk pemberiannya, harus dlihat secara kritis oleh masyarakat.
Masyarakat harus diberikan kemampuan untuk dapat mendukung pilihannya dengan bermoral serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta persatuan, seperti yang terkandung dalam Pancasila.
“Masyarakat perlu diberikan edukasi demi menjalankan haknya untuk memberikan suara,” katanya.
Proses perpindahan TPS bagi masyarakat yang mungkin tidak berdomisili, harus secara luas diberitahukan, lewat berbagai media yang ada dalam kehidupan masyarakat.
“Banyaknya suara yang tidak sah dalam pemilu dari tahun ke tahun juga menunjukkan perlunya edukasi masyarakat tentang cara memilih di bilik TPS yang baik dan benar,” ujarnya.
Nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan Keadilan Sosial, harus benar dinyatakan dan diajarkan serta ditunjukkan oleh semua pelaku pemilu, baik penyelenggara, peserta, ataupun masyarakat.
“Sehingga pemilu yang damai benar-benar terjadi dan dirasakan oleh semua elemen masyarakat. Pemilu yang damai akan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia, dengan Pancasila sebagai dasar berbangsa dan bernegara,” ujar Romo Benny.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"