KONTEKS.CO.ID – Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis melihat dukungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada pasangan capres dan capres yang dilakuan selama ini tanpa cuti atau mundur merupakan pembangkangan terhadap UU Pemilu.
Koalisi Masyarakat Sipil melihat apa yang dilakukan Jokowi selama ini justru melegitimasi kecurangan pemilu oleh pejabat dan aparatur negara yang lebih luas.
Baru pada 24 Januari 2024, saat wawancara di Pangkalan TNI AU Halim, Jakarta, Presiden Jokowi menyatakan pejabat publik sekaligus pejabat politik mulai dari presiden dan para menteri boleh berpihak selama tidak menggunakan fasilitas negara.
“Pernyataan tersebut menimbulkan berbagai sorotan luas di masyarakat, mengingat pernyataan tersebut dikeluarkan oleh Presiden di tengah dugaan banyaknya ketidaknetralan dan praktik kecurangan yang melibatkan aparatur negara pada penyelenggaraan pemilu 2024,” begitu menurut Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis dalam keterangan pada Kamis, 25 Januari 2024.
Koalisi Masyarakat Sipil memandang, pernyataan Presiden Jokowi yang membolehkan pejabat publik sekaligus pejabat politik mulai dari presiden hingga para menteri merupakan hal yang berbahaya. Hal ini dapat mendorong semakin meluasnya praktik-praktik kecurangan dalam Pemilu.
Sebagai catatan, dalam kontestasi Pemilu 2024 jelas sekali terlihat keberpihakan Presiden dan alat-alat negara terhadap salah satu calon sejak awal.
Mulai dari bagi-bagi posisi menteri, keterlibatan para menteri dalam mendukung capres-cawapres yang merupakan menteri aktif dan putra Presiden yang maju pemilu lewat putusan pamannya yang merupakan adik ipar Presiden.
Selain itu keterlibatan lembaga-lembaga negara untuk mempromosikan calon ini semakin terang benderang. Mulai dari pengerahan aparat pertahana dan keamanan dalam kegiatan pemilu.
“Untuk memasang baliho pasangan calon dukungan presiden, mencabut baliho pasangan capres-cawapres lainnya, dan puncaknya di media sosial Kementerian Pertahanan pada 21 Januari 2024 pada cuitan di X menggunakan tagar #PrabowoGibran2024,” ujar Koalisi Masyarakat Sipil.
Koalisi Masyarakat Sipil berharap Presiden Jokowi menghentikan permainan politik yang memanfaatkan alat negara dan memastikan netralitasnya dalam kontestasi Pemilu 2024.
Semua yang terlibat dalam pencalonan dan tim pendukung seharusnya mundur dari jabatannya karena rawan disalahgunakan untuk kepentingan politik elektoral.
“Namun, alih-alih melakukan koreksi dan memberi sanksi yang keras dan tegas kepada pejabat yang diduga menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan kecurangan Pemilu, Presiden Jokowi justru mengambil sikap politik yang mendorong berbagai praktik kecurangan akan semakin terbuka dan bahkan mendapat legitimasi,” ujar Koalisi Masyarakat Sipil lagi.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai, pernyataan presiden akan semakin membuka ruang penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik pemenangan kandidat tertentu dalam Pemilu 2024.
Penggunaan fasilitas negara untuk tujuan kepentingan politik jelas menyalahi prinsip pemilu yang seharusnya dijalankan secara jujur, adil, bebas dan demokratis.
Karena itu, setiap pejabat dan aparat negara tidak bisa dan tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan politik elektoral menjelang Pemilu, sebagaimana telah dinyatakan secara tegas pada Pasal 281 ayat (1) UU No. 7/2017.
“Penting bagi semua pihak, terutama dalam hal ini adalah Presiden, untuk memastikan penyelenggaraan Pemilu 2024 berjalan demokratis dan mengedepankan prinsip jujur, adil dan bebas,” kata Koalisi Masyarakat Sipil.
Hal ini sesungguhnya hanya dapat diwujudkan jika semua pihak, khususnya aparatur negara berupaya mencegah dan meminimalisir setiap potensi ketidaknetralan dan kecurangan pemilu, termasuk melalui penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pemenangan kandidat dalam Pemilu 2024.
Dalam konteks ini, termasuk menjadi penting bagi pejabat negara yang mencalonkan diri sebagai calon presiden dan wakil presiden dan menjadi tim pemenangan untuk mengundurkan diri dari jabatannya agar tidak terjadi konflik kepentingan.
Koalisi Masyarakat Sipil mendesak:
Pertama, Presiden Segera melakukan cuti dan memberikan kewenangan kepada Wapres untuk menjalankan aktifitas Presiden. Akan jauh lebih baik lagi jika Presiden sadar diri untuk mundur dari jabatan dan membuat dirinya bebas dalam berpolitik pemenangan pemilu.
Jika Presiden tidak segera mengajukan cuti atau mundur sejak pernyataanya, maka potensi kecurangan pemilu akan tinggi dan besar terjadi.
Kedua, meminta semua pejabat publik yang mencalonkan diri dan menjadi tim pemenangan dalam pemilu untuk mundur dari jabatannya untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan fasilitas negara.
Ketiga, mencopot pejabat negara (Menteri) yang diduga kuat menyalahgunakan kekuasaan dan fasilitas jabatannya untuk kepentingan politik elektoral.
Keempat, Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu untuk berani mengambil langkah tegas dalam menindak setiap pejabat negara yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan dan fasilitas untuk kepentingan pemilu.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"